Bisnis.com, JAKARTA – Emiten anyar, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) yang baru saja melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan produksi dan kapasitas batu bara anak usahanya PT Tamtama Perkasa sebesar 1 juta ton.
Direktur Utama Petrindo Jaya Kreasi Michael menyebutkan target produksi tahunan batu bara anak usaha sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang disetujui oleh Kementerian ESDM yaitu sebesar 1 juta ton.
“Tahun lalu kita hampir di atas 50 persen untuk target produksi,” katanya usai acara seremoni pencatatan perdana saham di Bursa Efek Indonesia, Rabu (8/3/2023).
Sementara itu, tahun ini Michael mengatakan optimis akan kinerja CUAN dengan harapan harga indeks batu bara masih tetap baik di tahun ini dan berjuang untuk mencatatkan produksi yang lebih baik dari tahun sebelumnya.
Pertumbuhan kinerja tahun ini, kata Michael akan ditopang oleh dana IPO yang bakal digunakan untuk memperkuat rantai pasok produksi. Salah satu caranya yaitu berinvestasi membangun intermediate stockpile.
“Gunanya untuk memastikan selalu tersedianya stok untuk penjualan sehingga kita bisa menjadi mitra handal dan bisa suplai sepanjang tahun kepada pembeli kami,” katanya.
Baca Juga
Mayoritas Produksi Batu Bara untuk Ekspor
Mayoritas produksi batu bara CUAN ditujukan untuk pasar ekspor. CUAN membidik beberapa negara sebagai tujuan ekspor seperti Korea, Filipina, Eropa, Taiwan dan Jepang sebagai market terbesar.
“Lebih dari 40 persen market kita ke Korea [Selatan],” kata Michael.
Sebelumnya emiten tambang batu bara milik konglomerat Prajogo Pangestu mengalami kelebihan permintaan (oversubscribe) sebesar 48,85 kali dari porsi pooling yang ditawarkan ke publik.
Michael mengatakan kelebihan permintaan menunjukkan optimisme dan kepercayaan publik terhadap perkembangan bisnis pertambangan yang semakin memperlihatkan tren pertumbuhan yang baik.
Perolehan dana IPO sebesar Rp371,8 miliar setelah dikurangi dengan biaya emisi yang terkait dengan Penawaran Umum Perdana Saham akan salurkan kepada PT Tamtama Perkasa, sebesar 39,95 persen digunakan untuk membangun intermediate stockpile (ISP) dan infrastruktur pendukungnya.
Sementara itu, sisanya sebesar 60,05 persen sebagai tambahan modal kerja untuk mendukung kegiatan operasional pertambangan serta menunjang aktivitas produksi batubara.