Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Perbedaan Aturan ARB Sebelum dan Setelah Regulasi Pandemi

Saat pendemi, aturan auto rejection saham berlaku asimetris, berbeda dengan perdagangan normal yang menggunakan batas simetris atas dan bawah.
Saat pendemi, aturan auto rejection saham berlaku asimetris, berbeda dengan perdagangan normal yang menggunakan batas simetris atas dan bawah. Bisnis/Suselo Jati
Saat pendemi, aturan auto rejection saham berlaku asimetris, berbeda dengan perdagangan normal yang menggunakan batas simetris atas dan bawah. Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan tidak akan memperpanjang sejumlah relaksasi pada bursa saham yang diberlakukan selama pandemi Covid-19. Relaksasi yang juga mencakup jam perdagangan bursa dan ketentuan auto reject saham akan kembali setelah 31 Maret 2023 atau mulai 1 April 2023.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy menyampaikan peraturan teknis dari surat OJK, seperti normalsasi jam perdagangan dan ARB masih akan dibahas di tingkat internal.

"Teknisnya masih dibahas internal, nanti akan kami umumkan," katanya, Jumat (3/3/2023).

Lantas, apa perbedaan aturan auto reject selama pandemi Covid-19 dan sebelumnya?

Selama pandemi aturan terkait auto reject tidak simetris diberlakukan berdasarkan SK Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-00023/BEI/03-2020 perihal Perubahan Batasan Auto Rejection. Adapun, keputusan itu telah berlangsung sejak 9 Maret 2020.

Akibat tidak simetris, BEI membatasi auto reject bawah (ARB) maksimal dalam satu hari perdagangan adalah 7 persen. Namun, kebijakan ini berbeda dengan auto reject atas (ARA) pada sebuah saham.

BEI memberlakukan ARA hingga 35 persen untuk saham dengan rentang harga Rp50 sampai dengan Rp200. Lalu ARA hingga 25 persen dengan rentang harga lebih dari Rp200 sampai dengan Rp5.000. Terakhir ARA hingga 20 persen untuk saham dengan harga di atas Rp5.000.

Sementara itu, pemberlakuan sistem auto rejection selama masa normal ditetapkan secara simetris. Dalam SK terbaru yang dikeluarkan BEI, penetapan ARA hingga 35 persen untuk saham dengan rentang harga Rp50 sampai dengan Rp200.

Kemudian, ARA hingga 25 persen dengan rentang harga lebih dari Rp200 sampai dengan Rp5.000. Terakhir, ARA hingga 20 persen untuk saham dengan harga di atas Rp5.000.

Sementara itu, auto reject bawah (ARB) hingga 35 persen berlaku untuk saham pada level harga Rp50 - Rp200. Kemudian, ARB hingga 25 persen untuk saham pada harga lebih dari Rp200 - Rp5.000. Adapun, ARB hingga 20 persen diberlakukan untuk saham dengan harga di atas Rp5.000.

SURAT OJK

Sebagai informasi, dalam surat bernomor S-68/D.04/2023 tertanggal 2 Maret 2023 yang ditujukan kepada pelaku industri pasar modal, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menyebutkan Peraturan OJK Kebijakan Covid-19 berlaku sampai dengan 31 Maret 2023 dan tidak akan diperpanjang.

Keputusan untuk tidak memperpanjang relaksasi ini dilakukan karena mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19 yang membaik. Selain itu, pencabutan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) oleh pemerintah telah membuat mobilitas kembali.

“Berkenaan dengan hal tersebut, setelah berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan di dalam POJK Kebijakan Covid-19, maka pengaturan dan kebijakan terhadap seluruh pelaku industri dan kegiatan di pasar modal kembali mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (tanpa relaksasi),” demikian bunyi surat tersebut, dikutip Jumat (3/3//2023).

Adapun beberapa kebijakan yang tidak lagi mendapat relaksasi dan kembali adalah larangan short selling dengan mengacu pada ketentuan Bursa Efek. Normalisasi juga bakal diterapkan pada kebijakan trading halt selama 30 menit ketika indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami penurunan mencapai 5 persen.

Inarno juga menyebutkan bahwa kebijakan asymmetric auto rejection bawah atau ARB asimetris kembali secara bertahap dengan tetap memperhatikan asesmen kondisi pasar.

“Kebijakan pemendekan jam perdagangan serta jam operasional kliring dan penyelesaian agar dilakukan normalisasi dengan tetap menyesuaikan dengan jam layanan operasional Bank Indonesia real time gross settlement dan Bank Indonesia scripless securities settlement system,” lanjut Inarno.

Terakhir, relaksasi jangka waktu berlakunya laporan keuangan dan laporan penilai yang digunakan dalam rangka aksi korporasi emiten atau perusahaan publik paling lama 7 bulan tetap diberlakukan. Namun dengan catatan dokumen pernyataan pendaftaran, pernyataan aksi korporasi, laporan dan/atau keterbukaan informasi terkait aksi korporasi telah disampaikan oleh emiten sebelum 31 Maret 2023.

Dengan berakhirnya sejumlah relaksasi di atas, sejumlah surat edaran OJK (SEOJK) yang diterbitkan dalam rangka pemberian stimulus dan relaksasi tidak lagi berlaku per 31 Maret 2023. SEOJK tersebut adalah SEOJK Nomor 19/SEOJK.04/2021, SEOJK Nomor 20/SEOJK.04/2021, SEOJK Nomor 29/SEOJK.04/2021, dan Surat Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Nomor S-30/D.04/2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper