Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja reksa dana terpantau menurun pada pekan ketiga Februari 2023. Data Infovesta juga menunjukkan indeks return reksa dana saham dan return reksa dana pendapatan tetap kompak turun 0,02 persen pada rentang 13-17 Februari 2023. Lantas bagaimana strategi dari manajer investasi?
Direktur Pinnacle Persada Investama Indra Muharam Firmansyah mengatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja reksa dana. Salah satunya adalah tingkat suku bunga acuan yang dapat mempengaruhi suku deposito dan yield obligasi.
“Seiring dengan tingkat kenaikan suku bunga, kami juga mencari jenis deposito yang bisa memberikan imbal hasil yang lebih bagus,” ujar Indra kepada Bisnis, Minggu (19/2/2023).
Selain itu, Pinnacle juga menjual dan mengganti obligasi yang ada dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi. Namun, obligasi tersebut memiliki risiko yang cenderung lebih rendah.
Dia menyebut reksa dana pasar uang menjadi produk yang paling dicari oleh nasabah saat ini. Portofolio pada produk ini nantinya akan diinvestasikan ke deposito dan obligasi yang jatuh tempo kurang dari setahun.
Dia mengatakan Pinnacle belum berencana untuk menambah produk reksa dana pasar yang baru. Pinnacle akan lebih fokus untuk meningkatkan kinerja dan dana kelolaan pada dua reksa dana pasar uang yang mereka kelola saat ini, yakni Reksadana Pinnacle Money Market Fund, dan Reksadana Pinnacle Syariah Money Market Fund.
Secara terpisah, Investment Team Syailendra Capital menyebut akan fokus sepenuhnya untuk investasi pada pasar uang dan obligasi yang memiliki jatuh tempo kurang dari setahun. Jenis reksa dana uang disebut menjadi alternatif investasi dengan risiko rendah dan likuiditas tinggi.
Mereka menyebut kombinasi instrumen deposito dan obligasi baik dari pemerintah maupun korporat membuat strategi pengelolaan reksa dana menjadi lebih taktis dan fleksibel. Hal ini juga efektif untuk menjaga likuiditas.
“Namun, tetap memberikan imbal hasil menarik ditengah fluktuasi market,” ujar Investment Team Syailendra Capital kepada Bisnis, Minggu (19/2/2023).
Reksa dana pasar uang dan reksa dana pendapatan tetap menjadi incaran para investor pada saat ini. Mereka menyebut investor juga perlu mencari momentum yang tepat untuk melakukan investasi.
Investor dapat memilih produk reksa dana pasar uang seiring dengan adanya kenaikan suku bunga. Ketika suku bunga melandai, reksa dana pasar uang tidak mengalami penurunan yang signifikan karena memiliki risiko yang rendah dan kebal terhadap tekanan perekonomian.
“Apabila ingin mencari return yang lebih tinggi, investor dapat melakukan akumulasi perlahan untuk instrumen saham dan obligasi tentunya dengan risiko yang lebih tinggi,” kata mereka.
Syailendra juga belum memiliki rencana untuk menambah produk reksa dana pasar uang dalam waktu dekat. Saat ini, mereka fokus untuk memaksimalkan kinerja reksa dana pasar yang yang ada seperti Syailendra Dana Kas (SDK), Syailendra Sharia Money Market Fund (SSMMF), dan Syailendra OVO Bareksa Tunai Likuid (SOBAT Likuid).
Sementara itu, Chief Executive Officer STAR AM Reita Farianti mengatakan pihaknya lebih fokus pada pemilihan instrumen yang selektif dalam mengelola pasar uang. Hal ini dilakukan dengan menjaga keseimbangan antara imbal hasil dan likuiditas portofolio.
Reita mengatakan STAR AM belum berencana untuk menambah produk reksa dana pasar uang hingga semester I/2023. Namun, dia mengatakan permintaan dan kapasitas untuk pasar reksa dana pasar uang lebih terlihat pada semester II/2023.
“Kami mencari obligasi di bawah satu tahun yang penerbitnya memiliki fundamental yang baik serta obligasi tersebut menawarkan yield yang menarik,” kata Reita.
Data Infovesta menunjukkan indeks return reksa dana saham dan return reksa dana pendapatan tetap kompak turun 0,02 persen pada rentang 13-17 Februari 2023. Sementara return reksa dana campuran tercatat turun 0,03 persen.
Research & Consulting Manager PT Infovesta Utama Nicodimus Anggi Kristiantoro mengatakan hanya indeks return reksa dana pasar uang yang tercatat menguat, yakni naik 0,07 persen. Penguatan reksa dana pasar uang disebut sesuai dengan karakteristiknya dan cenderung stabil ditengah volatilitas pasar.
Dia mengatakan volatilitas terjadi akibat sentimen global khususnya setelah Amerika Serikat (AS) merilis data inflasi yang turun 6,4 persen secara year-on-year (YoY). Padahal konsensus pasar memprediksi inflasi turun 6,2 persen secara YoY.
“Begitu pula rilis inflasi harga produsen yang justru meningkat sebesar 0,7 persen secara month-on-month (MoM),” kata Anggi kepada Bisnis, Minggu (19/2/2023).
Sepanjang tahun berjalan atau year-to-date (YtD), indeks return reksa dana campuran naik 0,85 persen, return reksa dana pasar tunai naik 0,79 persen, reksa dana pasar uang naik 0,51 persen, dan reksa dana saham naik 0,29 persen.