Bisnis.com, JAKARTA - Calon emiten PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) bakal menjadi garda terdepan merealisasikan komitmen target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 dan 24,2 persen pada 2030.
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 mencatat pembangkit listrik panas bumi yang dapat menghasilkan energi dalam jumlah besar dan ramah lingkungan menjadi kunci pencapaian target EBT tersebut. Hingga 2021, bauran energi EBT hanya sebesar 11,5 persen.
PLN memproyeksikan akan ada tambahan pembangkit EBT yang terakumulasi menjadi sebesar 10,6 GW hingga 2025 dan 18,8 GW hingga 2029. Peningkatan bauran energi EBT ini pun merupakan bagian dari komitmen menuju net zero emission pada 2060.
Sebagai bentuk komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca menuju net zero emission pada 2060, pembangkit listrik tenaga panas bumi menjadi salah satu yang mendominasi sistem tenaga listrik hingga 2030 mendatang.
RUPTL 2021-2030 menargetkan pada 2025 akan ada tambahan kapasitas terpasang energi panas bumi sebanyak 870 MW, dari proyeksi 2024 hanya sebanyak 141 MW. Sepanjang 2021-2030, ditargetkan ada tambahan kapasitas terpasang panas bumi sebesar 3.355 MW.
Sementara itu, PGEO menetapkan kisaran harga perdana Rp820-Rp945 per saham dalam penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham. PGE menawarkan maksimal 10,35 miliar saham dengan nilai nominal Rp500 atau 25 persen dari modal ditempatkan dan disetor. Oleh karena itu, PGE dapat meraih dana IPO maksimal Rp9,78 triliun, dan serendah-rendahnya Rp8,48 triliun.
Setelah IPO, PGE juga mengalokasikan maksimal 630,39 juta saham saham untuk Program Opsi Pembelian Saham Kepada Manajemen dan Karyawan Perseroan (Management and Employee Stock Option Program/ MESOP).
Baca Juga
Penjamin pelaksana emisi efek IPO PGE adalah PT CLSA Sekuritas Indonesia, PT Credit Suisse Sekuritas Indonesia, dan PT Mandiri Sekuritas. Penjamin emisi efek akan ditentukan kemudian.
Presiden Direktur Pertamina Geothermal Energy Ahmad Yuniarto menegaskan panas bumi sebagai salah satu komponen utama bauran energi menjadi pilihan karena karakteristiknya yang ramah terhadap lingkungan, tidak hanya dalam aspek produksi tetapi juga aspek penggunaan, sehingga berperan positif dalam transisi energi di Tanah Air.
Pada saat menjalankan proses pengembangan dan pembuatan, tenaga panas bumi sepenuhnya juga hampir bebas dari emisi. Tidak ada karbon yang digunakan produksi, kemudian seluruh prosedur juga telah bebas dari sulfur yang umumnya telah dibuang dari proses lainnya yang dilakukan.
“Itu keuntungan menggunakan energi panas bumi jika dibandingkan dengan energi konvensional. Jika dibandingkan dengan sesama energi baru terbarukan, panas bumi tidak memiliki dampak terhadap ekologi maupun limbah radioaktif, teknologi yang sudah lebih matang, dan stabil seiring dengan tingginya potensi yang dimiliki Indonesia,” ujarnya dalam keterangan, Rabu (8/2/2023).
Indonesia memiliki potensi besar cadangan energi baru terbarukan, salah satunya yaitu panas bumi. RUPTL 2021-2030, mencatat potensi panas bumi di Indonesia mencapai 29.544 MW setara 29,54 GW.
Meskipun potensi panas bumi tersebut masih kalah ketimbang surya dengan potensi 207.898 MW, hydro (75.091 MW), angin (60.647 MW), dan Bioenergi (32.654 MW), panas bumi yang dimiliki Indonesia mencakup 40 persen dari energi panas bumi di dunia. Hal tersebu dinilai berpotensi menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil energi panas bumi terbesar dunia.
Sebagai salah satu negara dengan jumlah gunung api terbanyak, potensi panas bumi yang dimiliki Indonesia memang menjadi yang terbesar di dunia.
Berdasarkan data ThinkGeoEnergy 2022, kapasitas terpasang panas bumi dunia pada 2021 mencapai 15.854 mega watt, dengan Amerika Serikat sebagai negara dengan kapasitas terpasang terbesar 3.722 MW, disusul Indonesia (2.276 MW), dan Filipina (1.918 MW). Adapun, hingga 2022, kapasitas terpasang energi panas bumi di Indonesia mencapai 2.347,63 MW, yang diproyeksikan Kementerian ESDM.
Dari total kapasitas terpasang energi panas bumi sebanyak 2.347,63 MW tersebut, PGE mengelola 13 wilayah kerja panas bumi dengan total kapasitas terpasang sebesar 1.877 MW. Rinciannya, sebanyak 672 MW dikelola langsung dan 1.205 MW melalui operasi bersama.
Direktur Eksplorasi dan Pengembangan Pertamina Geothermal Energy Rachmat Hidayat menambahkan dengan kapasitas terpasang panas bumi sebesar 1.877 MW, PGE dapat menyalurkan listrik sekitar 2,08 juta rumah tangga atau setara 88.752 BOEPD bahan bakar fosil.
Direktur Panas Bumi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya menegaskan pemerintah tengah mempercepat pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia.
Harris mengungkapkan pemanfaatan EBT di Indonesia baru sekitar 0,3 persen dari total potensi. Untuk itu, pemerintah meluncurkan sejumlah program untuk mendorong EBT, di antaranya insentif pajak seperti pada panas bumi maupun kepastian harga pada EBT.