Bisnis.com, JAKARTA - Anak usaha PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) bakal segara melantai atau IPO di bursa. Analis meilai valuasi saham PGEO bakal cukup menarik untuk pemegang saham.
PGEO rencananya akan menggelar IPO, dengan potensi dana yang diserap mencapai Rp9,78 triliun dalam prosesnya. Dengan kisaran harga bookbuilding Rp820 – Rp945 per saham. PGEO akan melepas 10,35 miliar saham atau 25 persen dari modal ditempatkan dan disetor.
Menurut prospektus perusahaan, 85 persen dari hasil IPO akan dialokasikan sebagai capex, dan 15 persen sisanya akan digunakan untuk pembayaran sebagian dari facilities agreement perseroan. Dari alokasi capex, sekitar 55 persen akan digunakan untuk menambah kapasitas untuk memenuhi pelanggan existing, 33 persen untuk pengembangan kapasitas untuk menyambut baru, dan 12 persen untuk pengembangan kemampuan digital, analitik dan manajemen reservoir.
Analis Samuel Sekuritas Farras Farhan menilai valuasi saham PGEO masih moderat, 7,1-8,5 kali estimasi EV/EBITDA 2022. Dengan total saham beredar sebanyak 41 miliar saham, saham PGEO ditawarkan pada 7.1x - 8.6 kali EV/EBITDA 2021.
"Pada Semester I/2022, PGEO membukukan EBITDA sebesar US$155 juta dan laba bersih sebesar US$71 juta. Jika angka ini di-annualized, EBITDA perseroan akan mencapai USD 310 juta dengan kisaran valuasi 7,1 kali - 8,5 kali EV/EBITDA 2022, 60-67 persen lebih rendah dari peers global dan regional," jelas Farras dalam riset, Selasa (7/2/2023).
PGEO adalah perusahaan dengan kemampuan operasional yang kuat, sebagaimana tercermin dari total produksi uap dan listriknya pada 2021 mencapai 4.660 GWh, dengan kapasitas terpasang sebesar 672 MW di sembilan pembangkit listrik di 12 Wilayah Kerja Panas Bumi. (WKP).
Baca Juga
Dengan kapasitas tersebut, PGEO menguasai 82 persen dari total kapasitas terpasang panas bumi Indonesia. Didukung kapasitas operasi yang besar, PGEO memiliki kinerja keuangan yang stabil dan saat ini memegang beberapa kontrak penjualan jangka panjang.
PGEO melaporkan pendapatan sebesar US$154 juta pada semester I/2022 dan US$290 juta pada 2021, dengan tingkat margin EBITDA masing-masing sebesar 83,88 persen dan 78,8 persen.
Listrik yang dihasilkan oleh PGEO dijual kepada offtaker dengan sistem take or pay. Harga uap dan listrik disesuaikan menurut US PPI dan US CPI, dengan tingkat kenaikan 2 persen per tahun.
Pada semester I/2022, PGEO memproduksi listrik sebanyak 1.341 GWh dengan harga rata-rata (ASP) US$0,13/KWh. Dari prouksi ini, PLN dan PT Indonesia Power (IP) wajib menyerap dan membeli tenaga listrik dengan batasan TOP/DOP, yaitu 72 - 90 persen dari jumlah kontrak tahunan.
Kedepannya, PGEO akan menerapkan strategi pertumbuhan yang berpusat pada optimalisasi aset panas bumi dan kapasitas pembangkit yang ada, serta menambah pembangkit baru yang akan memberikan kontribusi sebesar 55 MW pada tahun 2024 dan 110 MW pada tahun 2026.