Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Mendadak Perkasa Tersengat Hawkish The Fed

Para analis tetap yakin bahwa dolar AS telah mencapai puncaknya dan berada di tengah tren turun secara keseluruhan.
Petugas menunjukan uang pecahan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Petugas menunjukan uang pecahan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA - Dolar AS naik terhadap mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Rabu (18/1/2023) waktu setempat, menyusul permintaan safe-haven karena sentimen risiko memburuk di tengah komentar hawkish dari pejabat Federal Reserve AS. 

Namun, para analis tetap yakin bahwa mata uang telah mencapai puncaknya dan berada di tengah tren turun secara keseluruhan.

"Dolar akan terus melemah karena prospek yang lebih jinak untuk inflasi AS dan kebijakan Fed. Dolar kemungkinan akan tetap berada di jalur menurun selama pasar memperkirakan risiko material penurunan suku bunga AS tahun ini," kata Joe Manimbo, analis pasar senior Convera di Washington, mengutip Antara, Kamis (19/1/2023).

Greenback sebelumnya turun setelah serangkaian data ekonomi yang lemah mendukung ekspektasi bahwa Fed mungkin mendekati jeda dalam siklus kenaikan suku bunga.

Aksi jual dolar sebelumnya terjadi setelah bank sentral Jepang (BoJ) mempertahankan suku bunga sangat rendah. Yen awalnya naik tajam, tetapi pulih karena ekspektasi kebijakan yang lebih ketat dalam beberapa bulan mendatang.

Namun, pejabat Fed pada Rabu (18/1/2023) meredam ekspektasi bahwa bank sentral AS mendekati akhir dari kebijakan pengetatannya.

Presiden Fed Cleveland Loretta Mester mengatakan Fed perlu menaikkan suku bunga sedikit di atas kisaran 5,00 persen hingga 5,25 persen untuk menurunkan inflasi.

Presiden Fed St Louis James Bullard juga mengatakan Fed harus mendapatkan kebijakan suku bunga di atas 5,00 persen, sebelum menghentikan kenaikan suku bunga yang diperlukan untuk memerangi wabah inflasi yang sedang berlangsung.

Komentar mereka membantu mendorong saham AS lebih rendah dan memperpanjang reli di obligasi pemerintah yang membebani imbal hasil.

Pada perdagangan sore, mata uang AS naik terhadap mata uang terkait komoditas seperti dolar Australia, Selandia Baru, dan Kanada, yang sensitif terhadap selera risiko.

Dolar Australia turun 0,7 persen menjadi 0,6936 dolar AS, setelah mencapai level tertinggi sejak Agustus tahun lalu. Dolar Selandia Baru diperdagangkan datar pada Rabu di 0,6430 dolar AS. Di awal sesi, kiwi naik ke level tertinggi dalam sebulan.

Adapun data penjualan ritel AS turun lebih dari yang diharapkan pada Desember, dipicu oleh penurunan pembelian kendaraan bermotor dan berbagai barang lainnya. Mereka turun 1,1 persen bulan lalu. Data untuk November direvisi untuk menunjukkan penjualan turun 1,0 persen, bukan 0,6 persen seperti yang dilaporkan sebelumnya.

Sebuah laporan terpisah dari Departemen Tenaga Kerja menunjukkan indeks harga produsen (IHP) untuk permintaan akhir turun 0,5 persen pada Desember setelah naik 0,2 persen pada November. Laporan IHP mengikuti data minggu lalu yang menunjukkan bahwa harga konsumen bulanan turun untuk pertama kalinya dalam lebih dari 2,5 tahun pada Desember.

"IHP dan angka penjualan ritel menunjukkan bahwa ada tekanan disinflasi yang terjadi," kata Juan Perez, direktur perdagangan Monex USA di Washington.

Output manufaktur AS juga turun 1,3 persen pada Desember, lebih dari yang diharapkan, data menunjukkan.

Di Jepang, BoJ mempertahankan target kontrol kurva imbal hasil (YCC), ditetapkan pada -0,1 persen untuk suku bunga jangka pendek dan sekitar 0 persen untuk imbal hasil 10 tahun, dengan suara bulat. BoJ juga tidak mengubah panduannya yang memungkinkan imbal hasil obligasi 10 tahun bergerak 50 basis poin di kedua sisi target 0 persen.

Beberapa analis mengatakan BoJ kemungkinan segera memperketat kebijakan dan mata uang kembali dari beberapa kerugiannya.

Alhasil, dolar AS perkasa di hadapan yen Jepang, atau naik sebanyak 2,7 persen menjadi 131,58 yen sebelum memangkas keuntungannya. Terakhir naik 0,6 persen pada 128,825 yen.

Sterling naik ke level tertinggi lima minggu bahkan saat inflasi harga konsumen turun ke level terendah tiga bulan karena IHK inti gagal untuk moderat, bertahan di 6,3 persen. Pound bertahan naik 0,4 persen pada 1,2336 dolar.

Euro sedikit berubah menjadi 1,0790 dolar. Euro sebelumnya membukukan keuntungan tajam setelah anggota Bank Sentral Eropa Francois Villeroy de Galhau mengatakan masih terlalu dini untuk berspekulasi tentang apa yang akan dilakukan bank sentral pada pertemuan Maret. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper