Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah ditutup menguat di tengah penguatan indeks dolar AS pada akhir perdagangan Senin (16/1/2023).
Mengutip data Bloomberg, pada pukul 15.00 WIB, mata uang Garuda ditutup menguat 103,5 poin atau 0,68 persen ke Rp15.045 per dolar AS. Adapun, indeks dolar AS terpantau menguat 0,18 persen ke 102,38.
Bersama dengan rupiah, ada peso Filipina yang menguat 0,55 persen, won Korea Selatan menguat 0,45 persen, dan ringgit Malaysia naik 0,37 persen.
Direktur Laba Forexindo Berangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar melemah terhadap mata uang lainnya, setelah adanya perkiraan prospek kenaikan suku bunga yang lebih kecil oleh Federal Reserve.
Data menunjukkan bahwa harga konsumen AS turun untuk pertama kalinya dalam lebih dari 2,5 tahun pada Desember. Dengan inflasi menunjukkan tanda-tanda pendinginan, investor sekarang semakin yakin bahwa Fed mendekati akhir siklus kenaikan suku bunga, dan bahwa suku bunga tidak akan setinggi yang dikhawatirkan sebelumnya.
Selain itu, spekulasi atas langkah hawkish lainnya oleh Bank of Japan, disertai Imbal hasil obligasi 10 tahun Jepang naik di atas batas atas 0,5 persen yang ditetapkan oleh BoJ untuk hari kedua berturut-turut.
Baca Juga
Adapun, Bank Rakyat China mempertahankan suku bunga pinjaman jangka menengahnya tidak berubah. Tetapi bank sentral juga menyuntikkan lebih banyak likuiditas ke pasar untuk menopang pertumbuhan ekonomi, karena negara itu bergulat dengan wabah Covid-19 yang terburuk.
Dari sisi internal, surplusnya Neraca Perdagangan ke US$54,46 miliar atau Rp816,9 triliun sangat signifikan jika dibandingkan dengan capaian surplus sepanjang 2021 yang tercatat sebesar US$35,34 miliar.
Berdasarkan data BPS, surplus neraca perdagangan terus meningkat sejak 2020. Saat itu, surplus kumulatif mencapai US$21,74 miliar. Adapun, pada 2019 tercatat defisit sebesar US$3,29 miliar, sedangkan pada 2018 juga tercatat defisit sebesar US$8,7 miliar.
Kemudian, ekspor nonmigas secara kumulatif sepanjang 2022 tercatat sebesar US$275,96 triliun, meningkat sebesar 25,80 persen. Sejalan dengan itu, ekspor migas juga mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 30,82 persen menjadi US$16,02 triliun.
Berdasarkan pangsanya, ekspor non migas terbesar yaitu pada bahan bakar mineral yang mencapai US$54,98 miliar atau dengan pangsa 19,92 persen. Sementara itu, impor Indonesia sepanjang 2022 tercatat mencapai US$237,52 miliar, meningkat sebesar 21,07 persen dibandingkan periode 2021.
Secara bersamaan, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia mencapai US$392,6 miliar pada November 2022. Nilai tersebut meningkat jika dibandingkan dengan posisi pada Oktober 2022 yang tercatat sebesar US$390,2 miliar.
Jika dibandingkan dengan November 2021, posisi ULN Indonesia mengalami kontraksi sebesar 5,6 persen persen (yoy), melanjutkan kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 7,6 persen yoy. Posisi ULN Pemerintah pada November 2022 tercatat sebesar US$181,6 miliar, mengalami kontraksi 10,2 persen yoy, lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 12,3 persen yoy.
“Perkembangan ULN tersebut disebabkan oleh sentimen positif kepercayaan pelaku pasar global yang tetap terjaga sehingga mendorong investor asing kembali menempatkan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara [SBN] domestik,” tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (16/1/2023).
Untuk perdagangan besok, Selasa (17/1/2023), Ibrahim memproyeksikan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp15.010 - Rp15.100.