Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah produk dan dana kelolaan reksa dana terproteksi tercatat mengalami penurunan hingga awal Desember 2022. Penurunan imbal hasil obligasi dan jatuh tempo produk menjadi sejumlah penyebab utama.
Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dikutip pada Selasa (27/12/2022) mencatat jumlah dana kelolaan reksa dana terproteksi sebesar Rp98,02 triliun pada November 2022. Jumlah tersebut menurun bila dibandingkan dengan perolehan Oktober 2022 sebesar Rp101,65 triliun
Adapun, penurunan dana kelolaan reksa dana terproteksi sudah terjadi sejak pertengahan tahun 2022. Pada Juni 2022, dana kelolaan reksadana terproteksi tercatat sebesar 109,70 triliun. Jumlah tersebut kemudian menurun menjadi Rp106,83 triliun pada Juli 2022.
Sementara, pada periode Agustus dan September 2022 jumlah dana kelolaan reksa dana terproteksi masing – masing sebesar Rp105,96 triliun dan Rp104,68.
Selanjutnya, jumlah produk reksa dana terproteksi hingga 9 Desember adalah sebesar 867 produk. Jumlah tersebut terdiri atas 830 reksa dana terproteksi konvensional dan 37 berjenis syariah.
Jumlah tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan catatan November 2022 sebanyak 878 produk, yang terdiri atas 840 reksa dana terproteksi konvensional dan 38 terproteksi syariah.
Baca Juga
Adapun, jumlah produk reksa dana terproteksi pada tahun 2021 lalu mencapai 906 produk, dengan 842 diantaranya konvensional dan 64 berjenis syariah. Total dana kelolaan reksa dana terproteksi pada tahun 2021 adalah sebesar Rp104,63 triliun.
Terkait hal tersebut, Direktur Utama Trimegah Asset Management Antony Dirga mengatakan turunnya dana kelolaan dan produk reksa dana terproteksi disebabkan oleh tingkat suku bunga obligasi yang cenderung turun pada paruh pertama tahun 2022. Obligasi digunakan sebagai aset dasar bagi manajer investasi untuk membuat produk – produk reksa dana terproteksi.
“Akibatnya, kinerja reksa dana terproteksi yang dapat ditawarkan ke nasabah cenderung turun dan menjadi kurang menarik,” jelasnya saat dihubungi pada Selasa (27/12/2022).
Menurutnya, prospek kinerja reksa dana terproteksi pada tahun depan akan cukup positif. Hal ini seiring dengan pergerakan suku bunga obligasi yang mulai bergerak naik selama beberapa bulan terakhir.
Antony mengatakan tren tersebut masih akan berlanjut dalam beberapa waktu ke depan sejalan dengan arah kebijakan bank sentral global. Seiring dengan prospek tersebut, kinerja reksa dana terproteksi akan ikut meningkat.
“Karena kinerja akan lebih baik di tahun depan, seharusnya minat investor di 2023 juga akan membaik,” lanjut Antony.
Sementara itu, Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto menambahkan minat investor institusi terhadap reksa dana terproteksi mengalami penurunan sepanjang tahun 2022. Menurut Rudiyanto hal ini seiring dengan ketiadaan manfaat pajak yang menurunkan daya tarik instrumen ini di mata investor institusi.
Panin AM memandang prospek reksa dana terproteksi pada 2023 akan dipengaruhi oleh ketersediaan surat utang yang menjadi aset dasar produk ini. Selain itu, investor juga akan mencermati kupon yang ditawarkan pada produk-produk reksa dana terproteksi.
Rudiyanto memprediksi minat investor terhadap reksa dana terproteksi tidak akan berubah banyak pada tahun depan. Permintaan dari investor ritel akan tetap terjaga, sementara lembaga perbankan akan menjadi penopang dari sisi institusi.
“Minat dari sisi institusi masih ada, tetapi tinggal bank saja karena manfaat pajaknya sudah tidak ada,” ujarnya.