Bisnis.com, JAKARTA - Dari sisi performa, meskipun saat ini ketahanan indeks harga saham gabungan (IHSG) sedang diuji, IHSG telah menjadi salah satu indeks saham berkinerja terbaik sepanjang 2022 di tengah tantangan pemulihan pandemi Covid-19 dan ketidakpastian global.
Dari segi ukuran, pasar modal Indonesia masih mempunyai peluang peningkatan yang cukup besar jika melihat kapitalisasi saat ini masih 45,1% per Product Domestic Bruto (PDB), dibandingkan negara peers seperti Malaysia yang mencapai 121,4%, Thailand 102,8%, Filipina 88%, dan India 97% yang PDB-nya berada di bawah Indonesia (tahun 2020).
Penghimpunan dana melalui pasar modal sampai dengan November 2022 telah mencapai total Rp226,49 triliun, dengan emiten baru tercatat 61 emiten per November 2022. Saat ini, komposisi saham dengan kapitalisasi pasar terbesar didominasi perusahaan di bidang jasa keuangan, transportasi, dan pertambangan.
Sementara, data startup ranking tahun 2021 mencatat jumlah perusahaan rintisan di Indonesia pada ranking kelima terbanyak di dunia. Beberapa perusahaan startup memanfaatkan peluang pasar di Indonesia dengan melakukan ekspansi sehingga menjadikan siklus perubahan startup ke unicorn dan dari unicorn tumbuh ke decacorn terhitung cepat.
Mengingat potensinya yang besar dalam mendorong pendalaman pasar keuangan, pasar modal Indonesia berkepentingan agar perusahaan-perusahaan ini melakukan penawaran saham perdana (IPO) di Indonesia. Dengan listing di bursa saham, para unicorn otomatis akan didorong meningkatkan transparansi, tata kelola, dan profesionalisme, dimana tuntutan tersebut bisa menjadi katalis untuk pertumbuhan usaha dan meningkatkan brand perusahaan.
Digitalisasi telah mendorong peningkatan jumlah investor secara signifikan sebesar 161% dari tahun 2020, menjadi 10,15 juta investor per November 2022. Digitalisasi di satu sisi membantu mempermudah akses ke produk pasar modal tetapi juga menciptakan fenomena pompom saham terutama terhadap investor ritel pemula.
Baca Juga
Dalam rangka menarik unicorn melakukan penawaran saham perdana di Indonesia, Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) menguatkan kebijakan multiple voting rights (MVS) agar para founders tetap dapat meneruskan visinya dalam pengembangan perusahaan meskipun kepemilikan sahamnya terdelusi setelah IPO.
“Insentif” MVS menjadi salah satu pertimbangan calon emiten, sedangkan prospek perolehan pendanaan dan ekosistem yang kondusif di suatu bursa merupakan faktor penting lainnya. Jika bursa ingin menarik banyak emiten berkualitas listing, maka bursa perlu meningkatkan kapasitasnya agar mempunyai akses lebih luas.
Berdasarkan UU Pasar Modal, bursa efek merupakan self regulatory organization dengan kepemilikan mutual di mana yang dapat menjadi pemegang sahamnya adalah anggota yaitu perusahaan efek yang telah memperoleh izin usaha sebagai broker. Mempertimbangkan aktivitas transaksi keuangan yang makin borderless, bursa-bursa di Asia khususnya yang tidak berposisi sebagai “financial hub” memerlukan strategi tidak hanya untuk berkembang tetapi juga bertahan, menghindari marginalisasi bursa global dan regional yang semakin kompetitif.
Pengembangan bursa membutuhkan investasi signifikan pada sumber daya termasuk teknologi agar dapat meningkatkan kapasitas; daya saing; serta ketahanan yang lebih baik terhadap berbagai risiko operasional termasuk risiko siber. Tuntutan pengembangan kedepan dan persaingan bursa antar regional yang semakin ketat perlu diantisipasi dengan membuka fleksibilitas untuk meningkatkan permodalan bursa.
Untuk itu, RUU P2SK yang telah disepakati pada rapat paripurna DPR RI dan akan disahkan oleh Presiden RI menjadi UU membuka opsi penguatan bursa melalui demutualisasi, di mana selain broker yang mendapatkan izin dari OJK, pihak lain dapat menjadi pemegang saham bursa. Perombakan struktur yang bertujuan untuk memperkuat permodalan akan membantu bursa membangun sistem perdagangan yang lebih efisien dan terkoneksi termasuk memperkuat layanan interoperabilitas antarpasar serta menjadikan bursa lebih berperan dalam membangun ekosistem keuangan berkelanjutan. Mengingat bursa merupakan infrastruktur kritikal sehingga perluasan akses kepemilikannya menjadi kebijakan strategis nasional. Untuk itu, jika dilakukan perombakan struktur kepemilikan bursa maka akan dibahas oleh Pemerintah dan dimintakan persetujuan DPR dan untuk selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan UU P2SK.
Peningkatkan fungsi interoperabilitas bursa efek melalui RUU P2SK menjadi momentum tepat mengingat Indonesia sedang mendorong terwujudnya perdagangan emisi karbon melalui bursa karbon yang akan menjadi bagian dari ekosistem pasar modal. Peran bursa karbon menjadi kritikal untuk memastikan Indonesia berpartisipasi dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim global dan membantu mengembangkan pasar keuangan domestik.
Dalam menjalankan sasaran pengurangan perubahan iklim global, mekanisme insentif pasar ini merupakan cerminan arah kebijakan Indonesia untuk menciptakan lingkungan yang kredibel melalui platform perdagangan yang dapat diandalkan dan terpercaya, misalnya dalam memantau jumlah emisi karbon yang dihasilkan dan ditransaksikan di Indonesia agar lebih terorganisir.
Dalam kaitannya untuk pendalaman pasar, penting untuk mempersiapkan aspek keuangan dari bursa karbon dan aspek investasi lainnya guna 1) memastikan penerimaan domestik dan global dari kelas aset yang penting ini; 2) menambah berbagai variasi instrumen pasar keuangan yang tersedia; dan 3) membantu pembentukan pasar yang teratur, dalam, dan likuid.