Bisnis.com, JAKARTA — Saham batu bara milik pengusaha Low Tuck Kwong PT Bayan Resources Tbk. (BYAN) kembali melesat pada penutupan perdagangan Selasa (27/12/2022). Saham BYAN naik 13,73 persen ke harga Rp23.400 atau di level all time high baru.
Kenaikan harga saham ini membuat saham BYAN telah naik 783,02 persen secara year-to-date (ytd). Melesatnya saham BYAN hari ini turut menjadi faktor pendorong pergerakan positif indeks komposit yang parkir menguat 1,28 persen ke 6.923,02. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) memperlihatkan bahwa kenaikan BYAN menyumbang kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 53,40 poin.
Lonjakan harga saham Bayan Resources juga membuat kapitalisasi pasarnya (market cap) terkerek ke Rp780 triliun dan berhasil merengsek ke peringkat kedua, menggeser PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yang kini menempati peringkat ketiga emiten berkapitalisasi terbesar dengan nilai Rp740 triliun.
Tren positif saham BYAN turut mengantarkan pemiliknya, Low Tuck Kwong, ke peringkat puncak orang terkaya di Indonesia versi Forbes. Pemilik 60,93 persen saham BYAN tersebut tercatat memiliki kekayaan sebesar US$31,5 miliar, naik US$6,3 miliar dibandingkan kemarin berdasarkan data Forbes’ Real Time Billionaires List.
Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto dalam cuitannya di akun Twitter @Rudiyanto_zh menilai kenaikan harga saham BYAN memiliki dampak positif dan negatif terhadap IHSG. Berdasarkan kalkulasinya dengan menggunakan free float adjusted market cap (FFAMC), kontribusi BYAN terhadap IHSG mencapai 6,6 persen.
“Angka ini termasuk besar, sebagai gambaran BBCA sebesar 15,6 persen, BBRI, 12,7 persen, BMRI 6,8 persen, dan TLKM 6,7 persen," katanya, Selasa (27/12/2022).
Baca Juga
Untuk saham dengan kontribusi dan market cap sebesar ini, Rudiyanto menilai kepemilikan saham idealnya dipegang oleh banyak investor. Namun, dia mencatat bahwa investor BYAN hanya berjumlah 1.045 meskipun tidak terdapat aturan berapa jumlah investor ideal suatu saham.
Pemegang saham yang terlalu sedikit, lanjut Rudiyanto, bakal membuat sahamnya kurang aktif walaupun saham yang beredar di publik lebih dari 20 persen. Akibatnya, tidak banyak investor yang memiliki saham ini termasuk institusi dan reksa dana.
“Ketika IHSG rally karena BYAN bisa jadi kinerja institusi dan reksa dana kalah dengan IHSG,” kata dia.
Rudiyanto mengemukakan sampai akhir tahun IHSG bergerak positif karena kenaikan harga BYAN, maka kejadian pada 2021 berpotensi terulang di mana penggerak pasar adalah kenaikan harga saham bank digital.
“ARTO saham digital terbesar ditambah saham digital lain membuat IHSG naik 10 persen, tetapi IDX30 malah minus 1 persen dan banyak yang underperform,” kata dia.