Bisnis.com, JAKARTA — Harga saham PT Ace Hardware Indonesia Tbk. (ACES) cenderung terkoreksi sepanjang 2022. Bos ACES pun buka suara terkait penurunan tersebut, yang disebabkan aksi jual investor asing.
Pada perdagangan Jumat (16/12/2022), saham ACES turun 3,86 persen menjadi Rp398. Sepanjang 2022, saham ACES sudah turun 68,92 persen. Kapitalisasi pasar ACES mencapai Rp6,83 triliun, dengan valuasi PER 14,56 kali.
Presiden Direktur Ace Hardware Indonesia Prabowo Widyakrisnadi mengatakan pelemahan saham ACES tidak lepas dari aksi jual yang dilakukan investor asing. Dia menyebutkan investor asing merupakan pemegang saham mayoritas dari hampir 40 persen saham perusahaan yang beredar di publik.
“Banyak sekali investor luar yang melepas saham kami. Sebagaimana diketahui, dari 40 persen saham free float, hampir 80 persen sampai 90 persen dipegang oleh institusi luar, bukan dari dalam,” kata Prabowo dalam paparan publik, Kamis (15/12/2022).
Prabowo berpendapat terdapat banyak alasan yang memengaruhi keputusan investor tersebut. Namun sebagai perusahaan terbuka, dia memastikan fokus ACES ke depan adalah menorehkan kinerja positif dan pertumbuhan ke depannya.
“Mungkin investor mempertimbangkan kondisi pasar Indonesia saat ini atau mereka menemukan lokasi lain yang lebih menjanjikan, kami tidak pernah tahu. Namun itu di luar kontrol kami dan konsentrasi kami adalah memastikan bagaimana organisasi kami tumbuh sebagaimana harapan,” lanjutnya.
Baca Juga
Prabowo juga mengatakan bahwa ACES belum mempertimbangkan untuk melakukan aksi beli kembali saham alias buyback dalam waktu dekat untuk mengintervensi harga saham. Meski terdapat kemungkinan opsi tersebut diambil pada masa mendatang, tetapi Ace Hardware bakal tetap mempertimbangkan sejumlah aspek.
Salah satu pertimbangan untuk mengeksekusi aksi korporasi tersebut adalah ketentuan pemberian insentif pajak bagi korporasi. Prabowo mengemukakan porsi saham perusahaan publik yang beredar di masyarakat setidaknya harus mencapai 40 persen agar dapat memperoleh insentif dari pemerintah.
“Artinya kalau kami melakukan buyback mungkin porsi di publik bisa berkurang dari 40 persen dan kami tidak bisa mendapatkan insentif pajak. Ini juga menjadi pertimbangan kami. Jadi saat ini [buyback] belum jadi pertimbangan, tetapi kita lihat nantinya,” kata dia.