Bisnis.com, JAKARTA – Pasar obligasi korporasi Indonesia masih berpeluang tumbuh pada tahun 2023 mendatang di tengah sejumlah sentimen negatif eksternal.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan emisi obligasi korporasi cenderung melambat pada paruh kedua tahun ini. Hal tersebut seiring dengan naiknya suku bunga global dan Indonesia yang berimbas pada meningkatnya biaya penerbitan (cost of fund) perusahaan untuk menerbitkan surat utang.
“Sejak suku bunga The Fed naik pada April lalu, yield SBN ikut melemah sehingga berdampak juga pada cost of fund obligasi korporasi,” jelasnya saat dihubungi, Minggu (4/12/2022).
Di sisi lain, dia melihat korporasi masih cukup aktif dalam menerbitkan surat utang pada tahun 2022. Hal tersebut seiring dengan upaya perusahaan untuk melanjutkan perbaikan kinerja setelah terdampak pandemi virus corona selama 2 tahun terakhir.
Ramdhan memprediksi tren penerbitan obligasi korporasi pada 2023 tidak akan berbeda jauh dengan tahun ini. Hal tersebut seiring dengan masih tingginya ketidakpastian di pasar global.
Dari pasar luar negeri, korporasi akan mencermati tingginya laju inflasi serta tensi geopolitik antara sejumlah negara. Menurutnya, volatilitas ini berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap pasar obligasi Indonesia.
Baca Juga
Selain itu, sikap The Fed terkait pengetatan kebijakan moneter di tahun 2023 juga akan terus dipantau secara seksama. Ramdhan mengatakan, jika The Fed tetap agresif dalam menaikkan suku bunga acuannya, emisi obligasi korporasi Indonesia akan cenderung menurun karena semakin tingginya biaya penerbitan.
“Tetapi, saya rasa kenaikan suku bunga tidak akan terlalu agresif pada 2023, karana di semester II/2022 ini sudah cukup tinggi,” lanjut Ramdhan.
Sementara itu Ramdhan menilai sentimen – sentimen dari dalam negeri masih cukup positif untuk mendukung emisi surat utang korporasi. Tren pemulihan ekonomi Indonesia yang positif serta stabilitas nilai tukar rupiah akan menjadi pertimbangan korporasi dalam menggalang dana melalui instrumen ini.
Dari sisi iklim usaha, Ramdhan juga menilai kondisi pasar cukup kondusif untuk penerbitan obligasi. Menurutnya, perusahaan masih membutuhkan pendanaan untuk ekspasi seiring dengan kelanjutan pemulihan ekonomi dan naiknya daya beli konsumen.
“Saya melihat banyak industri yang butuh banyak pendanaan untuk meningkatkan kegiatan usahanya. Nilai emisi obligasi korporasi saya kira tidak akan berubah jauh dari tahun 2022, kalaupun naik mungkin sekitar 5 persen – 10 persen,” pungkasnya.
Sebelumnya, berdasarkan data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) penerbitan obligasi korporasi telah mencapai Rp131,94 triliun hingga kuartal III/2022. Jumlah tersebut melesat 70,11 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp77,56 triliun.
Secara terperinci, jumlah emisi obligasi korporasi hingga kuartal III/2022 dengan rating Pefindo adalah sebanyak Rp104,06 triliun, sementara sisanya sebesar Rp27,88 triliun dengan lembaga pemeringkat lainnya.
Kepala Divisi Pemeringkatan Nonjasa Keuangan I Pefindo Niken Indriarsih mengatakan, sektor multifinance masih mendominasi penerbitan obligasi korporasi sepanjang tahun ini dengan total emisi Rp22,75 triliun.