Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Melemah, Terdorong Sentimen Rilis Data Tenaga Kerja AS

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,18 persen menjadi 104,5460.
Pegawai menunjukan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di Dolar Asia Money Changer, Jakarta, Senin (18/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai menunjukan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di Dolar Asia Money Changer, Jakarta, Senin (18/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Dolar AS tergelincir terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Jumat (02/12/2022), Hal ini terjadi karena pelaku pasar mencerna data penggajian pekerja sektor non-pertanian AS terbaru dan setelah seorang pejabat Federal Reserve mengatakan kenaikan suku bunga kemungkinan akan melambat.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,18 persen menjadi 104,5460.

Pada akhir perdagangan New York, euro naik menjadi 1,0537 dolar AS dari 1,0522 dolar AS pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris meningkat menjadi 1,2289 dolar AS dari 1,2257 dolar AS pada sesi sebelumnya.

Dolar AS melemah terhadap yen Jepang menjadi 134,47 yen Jepang, lebih rendah dari 135,24 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS naik menjadi 0,9377 terhadap franc Swiss dari 0,9367 franc Swiss, dan naik menjadi 1,3463 dolar Kanada dari 1,3427 dolar Kanada. Dolar AS meningkat menjadi 10,3254 krona Swedia dari 10,3088 krona Swedia.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan Jumat (2/12) bahwa pemberi kerja negara Joe Biden itu mencatatkan 263.000 pekerjaan pada November, turun dari bulan Oktober sebanyak 284.000, namun tetap lebih tinggi dari perkiraan konsensus sebanyak 200.000. Tingkat pengangguran tidak berubah tetap pada angka 3,7 persen.

"Kenaikan data gaji yang solid lainnya, tetapi satu bulan lagi dengan pekerjaan yang ditambahkan lebih sedikit dari bulan sebelumnya," Kata Chris Low, kepala ekonom di FHN Financial, dalam sebuah wawancara, dikutip Antara pada Jumat (2/12/2022).

"Tidak ada dalam laporan ini yang akan memaksa Fed dengan satu atau lain cara," katanya.

 “Artinya, tidak ada alasan untuk lebih agresif dalam menaikkan suku bunga, tapi juga tidak ada alasan untuk berhenti mendaki juga.” Sambungnya.

"Perekrutan yang lebih kuat dari perkiraan dapat memberi Fed lebih banyak waktu untuk tetap agresif," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Convera di Washington.

Sementara itu, Presiden Fed Chicago Charles Evans mengatakan bahwa laju kenaikan suku bunga kemungkinan akan melambat, tetapi menambahkan bahwa bank sentral AS kemungkinan akan perlu menaikkan biaya pinjaman ke puncak "sedikit lebih tinggi" daripada yang diperkirakan dalam perkiraan mulai September.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Ibad Durrohman
Sumber : antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper