Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia resmi menyuntikkan modal ke maskapai pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) melalui penambahan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp7,5 triliun, seiring dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 43/2022 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia Tbk.
Dalam regulasi tersebut, Presiden Joko Widodo menyatakan penambahan PMN dilakukan dengan mempertimbangkan perbaikan struktur permodalan dan peningkatan kapasitas usaha Garuda Indonesia.
Hal ini dilakukan dalam rangka program restrukturisasi untuk penyelamatan GIAA melalui penerbitan saham baru guna mempertahankan komposisi kepemilikan negara.
“Penambahan PMN bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022,” demikian bunyi Pasal 2 ayat (2) peraturan pemerintah yang diundangkan pada 30 November 2022 itu.
Manajemen GIAA sebelumnya memproyeksikan tahapan restrukturisasi yang dijalankan dapat rampung jelang akhir tahun 2022 mendatang.
Hal tersebut sejalan dengan telah diselesaikannya berbagai tahapan penting dalam misi restrukturisasi yang dijalankan di antaranya melalui perolehan putusan homologasi atas rencana perdamaian dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Baca Juga
Selanjutnya, persetujuan atas rencana realisasi Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp7,5 triliun baik oleh lembaga legislatif hingga regulator terkait, dan pelaksanaan rights issue.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra pada Oktober 2022 mengungkapkan berbagai langkah strategis mendukung percepatan langkah pemulihan kinerja melalui misi restrukturisasi ini menjadi sebuah fundamental penting.
“Dengan prospek kinerja usaha yang ke depannya kami yakini akan terus bertumbuh positif, khususnya melalui pengembangan pangsa pasar domestik serta peluang jaringan penerbangan kargo internasional dan lini pendapatan ancillary," jelasnya dalam paparan publik insidentil, Kamis (20/10/2022).
Sejumlah strategi kinerja juga terus dioptimalkan di antaranya di tengah masa pemulihannya melalui inisiatif fleet strategy, Garuda Indonesia menerapkan sejumlah program strategis melalui restrukturisasi kontrak sewa pesawat hingga renegosiasi biaya sewa pesawat, simplifikasi jenis armada hingga sinergi perluasan konektivitas udara antara Garuda indonesia dan Citilink.
Lebih lanjut, GIAA juga melakukan pendekatan finansial strategi yang diantaranya turut ditempuh dengan optimalisasi tahapan PKPU, efisiensi biaya berbasis cost leadership, sekaligus supporting strategy melalui streamlining organisasi, pengembangan portofolio bisnis anak usaha Garuda Indonesia Group, hingga culture transformation.
Garuda Indonesia tercatat menunjukkan performa positif hingga kuartal III/2022. Perseroan melaporkan peningkatan penumpang sebesar 61,11 persen menjadi 10,49 juta penumpang dibandingkan dengan pergerakan penumpang hingga kuartal II/2022 yaitu 6,51 juta penumpang.
Sementara itu, kinerja operasional turut diperkuat dengan capaian angkutan kargo yang tercatat sebesar 144.000 ton sampai dengan kuartal III/2022. Hal ini tentunya selaras dengan komitmen memaksimalkan potensi angkutan kargo dalam menunjang aktivitas direct call komoditas ekspor unggulan nasional.
Sementara itu, Garuda secara grup membukukan pertumbuhan pendapatan hingga kuartal III/2022 sebesar 60,35 persen menjadi US$1,5 miliar dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu sebesar US$939 juta.
Pertumbuhan pendapatan usaha tersebut dikontribusikan oleh pendapatan penerbangan berjadwal sebesar 57,87 persen, pendapatan penerbangan tidak berjadwal yang tumbuh signifikan sebesar 171,88 persen, serta pendapatan lainnya sebesar 27,13 persen.
GIAA masih mencatatkan hasil positif pada pos pendapatan usaha lainnya. GIAA mencatatkan pendapatan usaha lainnya sebesar US$4,27 miliar, berbanding terbalik yakni minus US$729 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Pendapatan usaha lainnya ini didorong oleh pendapatan dari restrukturisasi utang sebesar US$2,85 miliar dan keuntungan dari restrukturisasi pembayaran sebesar US$1,3 miliar.