Bisnis.com, JAKARTA – PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. (KIJA) disebut tengah memutar otak untuk membayar utang obligasi global setara Rp4,70 triliun, di tengah kenaikan suku bunga.
Perusahaan mengelola kawasan industri di Timur Jakarta seukuran Manhattan, New York itu baru-baru ini meminta restu untuk menukar sebagian besar obligasinya yang jatuh tempo pada 2023 senilai US$300 juta dengan utang yang jatuh temponya lebih lama.
S&P Global Ratings memberi nilai “tertekan” atau “distressed” pada langkah emiten bersandi KIJA ini, dan memperingatkan bahwa para pemegang saham kemungkinan tidak akan diberi kompensasi yang memadai. Sementara itu, Fitch Ratings mengatakan penukaran obligasi tersebut dilakukan untuk menghindari default.
Tawaran KIJA untuk menukar obligasinya menegaskan bagaimana kenaikan suku bunga membuat emiten properti di Asia makin rapuh. Obligasi dolar Jababeka memperpanjang penurunan dalam beberapa pekan terakhir, bersama dengan utang dari PT Lippo Karawaci and PT Agung Podomoro, yang juga diperdagangkan dalam tekanan.
“Utang pengembang Indonesia dengan peringkat lebih rendah dalam dolar AS yang cukup besar dapat mengalami risiko dalam refinancing. Terutama, pengembang dengan recurring income yang lebih sedikit akan mengalami kesulitan likuiditas,” kata Edward Chan, Direktur di S&P, dilansir Bloomberg, Jumat (18/11/2022).
Jababeka menyediakan real estat atau lahan untuk perusahaan seperti Toyota Motor Corp. dan Mattel Inc. yang mendirikan dan mengoperasikan pabrik di Indonesia.
Baca Juga
KIJA kemudian menjual obligasi untuk mengumpulkan dana dengan rating rendah 6,5 persen pada 2016 untuk tujuan umum perusahaan. Pada saat itu, Jababeka memiliki rencana ambisius untuk membangun kota industri dan resor wisata di seluruh negeri, tetapi beberapa dari proyek tersebut tergelincir oleh pandemi dan silent tsunami 2018.
Saat ini perseroan tengah berupaya untuk memperpanjang tenor utang yang jatuh tempo pada Oktober hingga 2027. Harga obligasi tersebut telah turun hampir separuhnya sejak awal tahun ini, menurut data yang dihimpun Bloomberg.
Pekan lalu, Fitch Ratings juga telah memangkas peringkat Jababeka lebih jauh ke wilayah tingkat spekulatif, menjadi C dari CC.
Penukaran obligasi yang diusulkan juga datang di tengah meningkatnya tanda-tanda kekhawatiran pendanaan di antara pengembang di Indonesia. Pasalnya, kenaikan suku bunga menekan permintaan akan properti dan mendorong biaya pembayaran utang. Kesulitan-kesulitan itu diperparah oleh dolar AS yang terus menguat.
Kondisi perusahaan real estat umumnya menjadi cerminan awal krisis keuangan. Bagi sejumlah investor bahkan, langkah KIJA menawarkan penukaran obligasi membawa kembali kenangan akan Jababeka yang pernah nyaris gagal bayar sebelum pandemi lalu.
Rencana penukaran utang saat ini juga bisa menjadi contoh bagi pengembang lainnya di Indnesia yang harga obligasnya sudah melorot di bawah 70 sen dolar, level yang dinilai tertekan.