Bisnis.com, JAKARTA – Komoditas energi pada kuartal IV/2022 diproyeksikan masih mengalami peningkatan di tengah kondisi perlambatan ekonomi tajam selama 80 tahun terakhir, yaitu meningkatnya inflasi, semakin cepatnya krisis pangan, konflik geopolitik yang lebih luas, hingga kemiskinan yang memburuk.
Research and Development Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Girta Yoga mengungkapkan bahwa Indonesia sempat diuntungkan di tengah konflik geopolitik Rusia-Ukraina karena kenaikan harga beberapa komoditas. Sejumlah harga komoditas energi seperti minyak mentah, gas alam, dan batu bara masih berpeluang memanas.
“Harga minyak diproyeksikan akan menemui resistance pada kisaran harga US$110 hingga US$120 per barel sedangkan potensi support berada pada kisaran harga US$85 hingga US$75 per barel,”kata Yoga pada acara Commodity Outlook Q4 2022: Dampak Krisis Energi dan Konflik Geopolitik terhadap Komoditi, Selasa (25/10/2022).
Untuk gas alam, potensi harganya ada di angka US$7,50-8,50 MMBTU sedangkan nilai supportnya diperkirakan ada di US$5,50-4,50 MMBTU. Komoditas batu bara juga akan berada di kisaran harga US$475 hingga US$500 per ton sedangkan untuk supportnya di proyeksikan akan menyentuh US$350 hingga US$325 per ton.
Proyeksi ini dilihat dari rincian harga komoditas secara Quartal-to-Quartal (QtQ) dimana minyaj justru mengalami penurunan 15,5 persen, sedangkan gas alam naik 6,55 persen dan batu bara naik 22,91 persen. Selain itu jika dilihat secara Year-to-Year, harga minyak menghijau 30,01 persen, gas alam 83,63 persen, dan batu bara terbang di angka 231,90 persen.
Analis ICDX Taufan Dimas Hareva menjelaskan beberapa faktor yang menopang proyeksi harga komoditas tersebut. Salah satunya krisis energi dan tingginya angka inflasi yang mendorong harga komoditas.
Baca Juga
“Inflasi di global masih membayangi, terlebih ke depan negara negara sub tropis akan mengalami musim dingin. Dimana energi akan berperan besar dalam aktivitas ekonomi rumah tangga. Pasti ke depannya jika harga energi semakin mahal dan semakin sulit didapatkan, maka akan mempengaruhi aktivitas ekonomi di berbagai negara dan akan berdampak langsung pada harga mata uang asing lainnya,” ujarnya.
Inflasi yang tinggi juga menjadi salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi global. Meski demikian berdasarkan data Bank Indonesia, stabilitas nilai tukar Rupiah tetap terjaga di tengah sangat kuatnya Dolar AS dan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.