Bisnis.com, JAKARTA — Rencana pemerintah merevisi aturan RKAB minerba menjadi setiap satu tahun sekali dan pengenaan bea keluar diperkirakan dapat menjadi beban tambahan bagi emiten tambang.
Analis KISI Sekuritas Muhammad Wafi menjelaskan rencana pemerintah mengembalikan RKAB menjadi setiap satu tahun baik bagi pemerintah.
“Jadi lebih cepat untuk kontrol produksi tahunan supaya enggak oversupply,” kata Wafi, Kamis (10/7/2025).
Akan tetapi, lanjutnya, hal ini menjadi beban bagi emiten, terutama emiten kecil, karena dapat menambah biaya administrasi dan berpotensi menurunkan margin.
Selain itu, lanjut Wafi, perubahan peraturan RKAB juga dapat menimbulkan risiko produksi yang tertunda apabila emiten mineral dan batu bara telat melaporkan RKAB mereka.
Di sisi lain, pengenaan bea keluar yang tengah digodok pemerintah juga bisa menurunkan margin emiten, dan berpotensi membuat oversupply pasar domestik.
“Kalau tidak dikalkulasi dengan benar, bisa bikin produk RI kalah harga dari negara lain,” ucap Wafi.
Menurut Wafi, emiten minerba yang relatif lebih tahan dari aturan bea keluar ini adalah emiten yang banyak melakukan penjualan domestik seperti PTBA dan ANTM.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menambahkan rencana perubahan aturan RKAB ini membuat emiten-emiten minerba harus bisa bergerak dengan cepat untuk menyusun strategi bisnis, dan belanja modal atau capital expenditure (capex).
“Apalagi dalam hal ekspansi bisnis. Karena kalau misalnya jika penetapan RKAB, jadi setiap tahun, ini kita membuat emiten-emiten ini setiap tahun harus melaporkan RKAB tersebut ke pemerintah,” tutur Nafan.
Nafan memandang aturan ini bisa menekan efektivitas emiten-emiten dalam menjalankan strategi bisnis, terutama dalam hal ekspansi bisnis.
Sebagaimana diketahui, wacana mengembalikan penerbitan RKAB minerba menjadi 1 tahun sekali merupakan usulan Komisi XII DPR RI. Usulan itu disampaikan langsung kepada Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja pada Rabu (2/7/2025).
Bahlil juga merasa sependapat dengan anggota dewan, karena menurutnya kondisi pasar minerba, khususnya batu bara global yang buruk belakangan ini.
Sementara itu, usulan pengenaan bea keluar untuk emas dan batu bara muncul dalam pembahasan antara Kementerian Keuangan dengan Komisi XI DPR RI di Panja Penerimaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menyebut pihaknya segera berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mendiskusikan wacana pengenaan bea keluar untuk komoditas emas dan batu bara.
Sementara itu, Kementerian ESDM menilai wacana pengenaan bea keluar batu bara dan emas perlu dikaji secara mendalam. Menurut Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung, pengenaan bea keluar, khususnya untuk batu bara, perlu memperhatikan kondisi pasar. Pasalnya, bila kebijakan ini diterapkan saat permintaan pasar lemah, industri batu bara dalam negeri bisa tertekan.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.