Bisnis.com, JAKARTA – Masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memasuki sewindu atau delapan tahun tepat pada hari ini Kamis (20/10/2022). Selama dua periode masa pemerintahan Jokowi beberapa skandal pun bermunculan termasuk yang terkait dengan pasar modal.
Lantas apa saja skandal tersebut?
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA)
Garuda menjadi emiten salah satu emiten yang paling banyak terjerat masalah selama sewindu pemerintahan Jokowi. Pada 2017 silam, penyidik KPK melakukan penyidikan atas kasus korupsi di tubuh Garuda. Terdapat tiga orang yang dijerat KPK atas kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia dan pencucian uang.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan ada dugaan aliran duit Rp100 miliar ke kantong Mantan Anggota DPR RI dan beberapa pihak lainnya.
"Dugaan suap tersebut senilai sekitar Rp100 miliar yang diduga diterima anggota DPR RI 2009-2014 dan pihak lainnya termasuk pihak korporasi," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Selasa (4/10/2022).
PT Krakatau Steel Tbk (KRAS)
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin membeberkan modus korupsi yang terjadi di PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) dan membuat negara mengalami kerugian hingga triliunan.
Baca Juga
Burhanuddin mengatakan bahwa perkara korupsi itu terjadi pada tahun 2011-2019, di mana PT Krakatau Steel membangun pabrik blast furnance (BFC) melalui sistem lelang pada 31 Maret 2011 dengan nilai proyek mencapai Rp6,9 triliun.
Kemudian, PT Krakatau Steel telah membayarkan uang ke konsorsium MCC CERI dan PT Krakatau Engineering sebesar Rp5,3 triliun untuk membuat pabrik baja BFC tersebut.
"Namun demikian pekerjaan kemudian dihentikan pada 19 Desember 2019. Padahal pekerjaannya belum 100 persen dan setelah dilakukan ujicoba, operasi biaya produksi lebih besar dari harga baja di pasar," tutur Burhanuddin di Kejagung, Kamis (24/2/2022).
PT Asuransi Jiwasraya
Kejaksaan Agung mengungkap menyebabkan negara rugi hingga mencapai Rp16,81 triliun. Hari Setiyono yang dulu menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung mengemukakan pada periode 2014-2018, PT Asuransi Jiwasraya telah berinvestasi berupa saham dan reksadana.
Hari menjelaskan untuk investasi pada reksadana tersebut, pengelolaannya dilakukan 13 perusahaan manager investasi (MI) dengan harga pembelian reksadana tersebut sesuai LHP PKN dan BPK yaitu 12,704 triliun.
Dua terdakwa dalam kasus ini yakni Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro telah divonis penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri)
Kasus besar lainnya yang diusut oleh Kejaksaan Agung adalah terkait korupsi dalam tubuh Asabri yang merugikan negara hingga Rp22,7 triliun. Dalam kasus ini dua terdakwa kasus Jiwasraya yakni Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro juga telah terseret ke pengadilan.
Pada tahun 2012 hingga 2019, Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan serta Kadiv Investasi Asabri bersepakat dengan pihak di luar Asabri yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi, yaitu Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman Purnomosidi membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat seolah-olah baik.
Setelah saham-saham tersebut menjadi milik Asabri, kemudian saham-saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan oleh Heru, Benny dan Lukman berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi Asabri, sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid, padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan Heru, Benny dan Lukman serta merugikan investasi Asabri, karena Asabri menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga di bawah harga perolehan saham-saham tersebut.
Seluruh kegiatan investasi Asabri pada 2012 sampai 2019 tidak dikendalikan oleh Asabri, namun seluruhnya dikendalikan oleh Heru, Benny dan Lukman.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara kepada terdakwa kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana Investasi PT Asabri (Persero) Teddy Tjokrosaputro.
Sementara untuk Heru Hidayat, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memvonis nihil terdakwa. Hukuman Heru Hidayat lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa. Dalam sidang tuntutan beberapa waktu lalu jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman mati.
Jouska Finansial Indonesia
Kasus ini berawal dari 41 orang yang melaporkan Jouska dengan tuduhan berita bohong dan merugikan konsumen dalam transaksi elektronik ke Polda Metro Jaya. Kasus kemudian ditangani oleh Bareskrim atau Mabes Polri.
Para korban Jouska mengaku rugi hingga Rp18 miliar. CEO Jouska Aakar Abyasa pun digugat untuk membayar ganti rugi senilai Rp64 miliar oleh 45 eks nasabahnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga memvonis hukuman 6 tahun 6 bulan penjara terhadap Aakar terkait kasus kegiatan pasar modal tanpa izin dan tindak pidana pencucian uang. Sementara rekannya, yakni Direktur PT Amarta Investama Tias Nugraha Putra divonis hukuman 6,5 tahun penjara.
PT Sugih Energy Tbk. (SUGI)
Kejaksaan Agung menemukan aliran dana ke rekening mantan Direktur Utama Dana Pensiun Pertamina setelah transaksi saham PT. Sugih Energy Tbk (SUGI).
M. Rum yang merupakan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung kala itu mengatakan semenjak akhir 2014 hingga April 2015 bertempat di Kantor Dana Pensiun Pertamina tersangka Muhammad Helmi Kamal Lubis telah melakukan pembelian saham SUGI 2.004.843.140 lembar.
Rum mengatakan akibat kelalaian Helmi, Dana Pensiun Pertamina juga kena denda sebesar Rp11,95 miliar akibat surat instruksi untuk menyerahkan saham kepada broker PT. Sucorinvest Central Gani dibuat tidak melalui sistem. Instruksi yang dibuat secara manual itu ternyata memuat kesalahan input serta terlambat diterima oleh Bank CIMB Niaga Custody.
"Penempatan tanpa melakukan kajian, tidak mengikuti Prosedur Transaksi Pembelian dan Penjualan Saham sebagaimana ditentukan dalam Keputusan Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina serta tanpa persetujuan dari Direktur Keuangan dan Investasi sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina," kata Rum di Jakarta, Kamis (15/6/2017).
Dana Pensiun (Dapen) Pertamina menjadi salah satu investor institusi yang diketahui 'nyangkut' dalam saham SUGI. Dapen Pertamina memiliki sebanyak 8,05 persen saham di SUGI atau setara dengan 1,99 miliar saham.
Dapen Pertamina membeli saham SUGI dari Edward Soeryadjaya pada 2014. Kala itu, Edward merupakan Direktur di Ortus Holding Ltd., pemegang saham pengendali di SUGI.
Edward diduga telah menikmati keuntungan yang diperoleh dari hasil pembelian saham yang dilakukan oleh Presiden Direktur Dapen Pertamina kala itu, Muhammad Helmi Kamal Lubis.