Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah dana kelolaan (asset under management/AUM) industri reksa dana turun 2,04 persen secara bulanan pada September 2022. Para Investor tengah mempertimbangkan risiko kenaikan inflasi, potensi resesi global, dan tingkat kenaikan suku bunga acuan para bank sentral.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan setidaknya ada tiga faktor yang memengaruhi penurunan AUM reksa dana selama September 2022. Pertama adalah masalah pajak obligasi yang dimiliki reksa dana yaitu sebesar 10 persen.
“Ini paling berpengaruh ke reksa dana terproteksi di mana setelah jatuh tempo bubar, reksa dana terproteksi baru lebih fokus pada retail,” jelas wawan menjawab pertanyaan Bisnis, Senin (17/10/2022).
Kedua adalah adanya larangan aset unit link ditempatkan ke reksa dana kecuali berbasis Surat Utang Negara (SUN). Salah satunya dana kelolaan asuransi jiwa, di mana karena masalah kontinuitas, banyak asuransi jiwa melakukan redemption dengan tujuan swakelola.
“Ketiga, koreksi pasar karena suku bunga naik, sebetulnya ini sesuatu yang wajar tetapi juga akan sangat berpengaruh pada MI portfolio yang besar di saham ataupun SUN,” kata Wawan.
Senada, President dan CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra mengatakan jika kondisi global menjadi salah satu alasan AUM turun, tidak semata-mata karena persaingan bisnis manajemen investasi yang semakin ketat.
Baca Juga
“Kondisi makro tersebut tentunya akan berpengaruh ke pasar modal, baik underlying saham dan obligasi dan secara langsung juga mempengaruhi kinerja reksa dana. Jadi wajar jika secara keseluruhan unit penyertaan Reksadana juga mengalami penurunan (net redemption) dari investor,” katanya kepada Bisnis, Minggu (16/10/2022).
Sebelumnya berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, jumlah dana kelolaan (asset under management /AUM) industri reksadana turun 2,04 persen secara bulanan pada September 2022. AUM reksadana pada September 2022 sebesar Rp533,92 triliun dari Agustus 2022 yang sebesar Rp544,84 triliun.
Guntur mengatakan jika penurunan 2,04 persen tersebut sebenarnya tidak teralu signifikan. Apalagi aset kelolaan manajer investasi untuk di KPD (Kontrak pengelolaan dana) tidak dihitung sebagai aset reksa dana.
“Jadi sebenarnya mungkin AUM reksa dana mungkin terlihat turun tetapi banyak jg yang penempatannya pindah ke KPD. Jd total AUM industri secara keseluruhan (AUM reksadana + AUM KPD) mungkin belum tentu turun,” jelas Guntur.
Meskipun AUM mengalami penurunan jumlah investor reksadana mengalami peningkatan yaitu 9.335.798 atau 9,33 juta investor per 15 Juni lalu. Sebanyak 60 persen dari SID tersebut merupakan gen Z atau investor yang berusia di bawah 30 tahun. Wawan mengatakan hal ini menjadi peluang bagi para manajer investasi untuk menyerap minat tersebut melalui pemanfaatan teknologi.
Terkait investasi di tengah kondisi global saat ini, analis merekomendasikan jika reksa dana pasar uang masih menjadi pilihan utama bagi investor jangka pendek, di mana para investor akan diuntungkan dari tren kenaikan suku bunga.