Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sejak Sabtu, (3/9/2022) sempat memicu kekhawatiran pasar modal akan melemah, namun perekonomian Indonesia dipercaya cukup kuat di tengah inflasi dan harga-harga yang meningkat.
Co-Founder Tanamduit Muhammad Hanif menjelaskan, selama indikator ekonomi masih bagus, seperti cadangan devisa, ekspor hingga trade balance yang baik, maka tidak ada dampak signifikan terhadap pasar modal.
“Selama tidak ada masalah yang sifatnya fundamental, ini yang menyebabkan inflasi one shot saja, habis itu akan turun lagi. Hal ini menjadi indikator bahwa sampai akhir tahun IHSG ke level 7.500 masih bisa dicapai,” ujarnya dalam acara virtual Market Outlook, Senin (5/9/2022).
Dalam kesempatan yang sama, Chief Economist Tanamduit Ferry Latuhihin menegaskan, kenaikan harga BBM yang menyebabkan inflasi di Indonesia terjadi akibat supply shock, bukan karena demand pull inflation seperti di AS.
Menurutnya, selagi pemerintah masih mengucurkan BLT kepada middle low income, demand masih bisa sustain, maka dampak terhadap pertumbuhan ekonomi akan sangat minim.
“Market confidence kita cukup tinggi sekali, jadi tidak ada ketakutan,” pungkas Ferry.
Baca Juga
Tim Analis NH Korindo Sekuritas dalam riset harian memaparkan, pembatasan suplai maupun kenaikan harga BBM subsidi akan memberikan dampak rambatan pada inflasi inti.
“Pada akhirnya, ekspektasi inflasi membuat investor mengharapkan expected return yang lebih tinggi pada instrumen investasi,” ujarnya.