Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Imbal Hasil SUN Menguat, Reksa Dana Pendapatan Tetap Kembali Dilirik

Saat ini investor perlu mewaspadai tekanan inflasi di dalam negeri karena akan mempengaruhi kenaikan yield obligasi.
Warga mengakses informasi tentang reksa dana di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Warga mengakses informasi tentang reksa dana di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Daya tarik instrumen reksa dana pendapatan tetap perlahan mulai kembali meski dibayangi fluktuasi di pasar obligasi.

Laporan dari Infovesta Utama pada Senin (22/8/2022) menyebutkan pasar obligasi masih mengalami fluktuasi terkait risalah The Fed. Bank Sentral AS tersebut mengindikasikan akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi melambat secara signifikan atau menyentuh target yang ditetapkan, serta inflasi yang tinggi yang dapat menyebabkan perlambatan ekonomi dunia.

Fluktuasi di pasar surat utang juga terlihat dari harga mayoritas Surat Berharga Negara (SBN) yang ditutup melemah pada Jumat (19/8/2022) pekan lalu. Hal tersebut juga dibarengi dengan naiknya imbal hasil (yield) pada penutupan perdagangan obligasi negara.

“Namun yield masih atraktif karena masih berada di level 6,4 persen–7 persen,” demikian kutipan laporan tersebut.

Infovesta menjelaskan, saat ini investor perlu mewaspadai tekanan inflasi di dalam negeri karena akan mempengaruhi kenaikan yield obligasi. Salah satu kebijakan yang patut dicermati adalah rencana pemerintah dalam menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi pekan ini.

Kebijakan tersebut dinilai akan memicu lonjakan inflasi. Adapun, langkah yang diambil pemerintah tersebut merupakan respon atas tingginya harga minyak mentah dunia.

Seiring dengan hal tersebut, Infovesta mengatakan investor dapat berinvestasi pada instrumen reksa dana pendapatan tetap. Hal ini seiring dengan yield yang mulai atraktif pada kisaran 7 persen.

Meski demikian, Infovesta tetap menyarankan investor untuk terus memantau kondisi global, terutama isu ketegangan antara China-Taiwan yang bisa berdampak ke banyak negara.

“Inflasi yang tinggi, kebijakan suku bunga tinggi dan perlambatan ekonomi dunia yang bisa berdampak terhadap investasi investor, pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper