Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Asia kompak menguat pada perdagangan hari ini, Kamis (11/8/2022), menyusul data inflasi AS yang lebih rendah dari proyeksi, yang memicu spekulasi bahwa Federal Reserve dapat mengurangi laju kenaikan suku bunga acuan.
Dilansir Bloomberg, indeks Shanghai Composite menguat 1,49 persen, sedangkan indeks CSI 300 melonjak 1,93 persen. Sementara itu, indeks Hang Seng melesat 2,05 persen pada pukul 13.06 WIB.
Indeks Kospi Korea Selatan juga melonjak hingga 1,45 persen siang ini. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau menguat 1 persen ke level 7.156,85 pada awal perdagangan sesi II.
Saham teknologi mendorong penguatan di bursa saham Asia. Sementara itu, kontrak berjangka AS dan Eropa naik setelah SP 500 mencapai level tertinggi tiga bulan dan Nasdaq 100 naik 20 persen dari level terendah pada Juni.
Bursa China menguat bahkan ketika investor mencerna peringatan dari People’s Bank of China (PBOC) mengenai ancaman inflasi dan janji untuk menghindari stimulus besar-besaran.
Dolar naik tipis, memangkas penurunan dari hari sebelumnya yang merupakan yang terbesar sejak awal pandemi. Imbal hasil Treasury jangka pendek turun karena investor mengurangi ekspektasi tentang seberapa agresif Fed harus mengetatkan kebijakan moneter setelah data inflasi AS berada di bawah ekspektasi pasar.
Baca Juga
Sebelumnya, Departemen Tenaga Kerja AS mencatat indeks harga konsumen (CPI) AS naik 8,5 persen pada Juli 2022 dari periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Angka inflasi AS ini lebih rendah dari bulan Juni 2022 yang mencapai level tertinggi sejak 1981 di 9,1 persen.
Dibandingkan bulan sebelumnya, CPI AS tercatat stagnan. Adapun CPI inti, yang menghilangkan komponen makanan dan energi yang lebih mudah berubah, naik 0,3 persen mom dan 5,9 persen yoy.
Angka inflasi ini bawah median proyeksi ekonom dalam survei Bloomberg yang memperkirakan CPI AS naik 8,7 persen pada Juli. Adapun CPI inti diperkirakan naik 6,1 persen.
Meskipun melambat, tekanan harga masih kuat dan pejabat The Fed dengan cepat menekankan rencana kenaikan suku bunga yang akan datang. Mereka juga mengisyaratkan investor harus memikirkan kembali ekspektasi pemangkasan suku bunga tahun depan untuk menopang pertumbuhan ekonomi.
Yang menjadi perhatian investor adalah kepastian apakah rebound ekuitas global dan investasi berisiko lainnya dari kekalahan tahun ini dapat berlanjut dengan latar belakang itu.
Analis Commonwealth Bank of Australia Ltd. Carol Kong mengatakan pasar masih perlu melihat beberapa penurunan laju inflasi lanjutan sebelum FOMC dapat mulai berpikir untuk menghentikan siklus pengetatannya.
"Pasar saat ini masih meremehkan inflasi AS dan seberapa besar pengaruhnya dalam jangka menengah,” ungkap Carol seperti dikutip Bloomberg, Kamis (11/8/2022).
Sementara itu, Presiden The Fed Minneapolis Neel Kashkari mengatakan dia menginginkan suku bunga acuan The Fed berada pada 3,9 persen pada akhir tahun ini dan 4,4 persen pada akhir 2023.
Menyinggung inflasi dan jalur kebijakan The Fed, Kashkari mengatakan tidak realistis untuk menyimpulkan bahwa bank sentral akan mulai memangkas suku bunga awal tahun depan, ketika inflasi sangat mungkin jauh melebihi target 2 persen.