Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Yield SUN Indonesia Bisa Kembali Ke 6,5 Persen, Intip Katalis Pendukungnya

Imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) Indonesia di akhir tahun ini dapat kembali menyentuh level 6,5 persen.
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia. Imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) Indonesia di akhir tahun ini dapat kembali menyentuh level 6,5 persen. /Antara-Prasetyo Utomo
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia. Imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) Indonesia di akhir tahun ini dapat kembali menyentuh level 6,5 persen. /Antara-Prasetyo Utomo

Bisnis.com, JAKARTA – Mulai berkurangnya agresivitas The Fed dalam meningkatkan suku bunga dan langkah normalisasi dari Bank Indonesia akan menjadi katalis positif yang dapat membawa imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia turun di bawah 7 persen tahun ini.

Ezra Nazula Ridha, Director & Chief Investment Officer, Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia menjelaskan salah satu sentimen pendukung pasar obligasi Indonesia adalah tren kenaikan suku bunga global yang sudah mendekati puncak siklus pengetatan.

Ia memaparkan, kebijakan pengetatan moneter secara ‘front load’ selama dua bulan terakhir membuat suku bunga The Fed atau Fed Fund Rate mendekati level netral di 2,25 persen - 2,5 persen. Kondisi ini membuka peluang kenaikan suku bunga The Fed tidak akan seagresif sebelumnya.

“Kondisi ini akan berimbas pada turunnya volatilitas di pasar obligasi,” jelasnya dalam acara Market & Economic Outlook PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Selasa (9/8/2022).

Sementara itu, normalisasi suku bunga Bank Indonesia di tengah pengetatan global yang agresif dapat mendukung pasar obligasi dan nilai tukar Rupiah. Sentimen ini juga akan semakin positif ketika tingkat inflasi, terutama di Amerika Serikat dan Eropa, sudah mencapai puncak.

Seiring dengan hal tersebut, Ezra mengatakan akhir dari siklus kenaikan suku bunga The Fed sudah mulai terlihat. Ia memprediksi, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) Indonesia di akhir tahun ini dapat kembali menyentuh level 6,5 persen.

“Dalam jangka menengah, kami memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun bisa kembali ke kisaran 6,5 persen – 7 persen,” jelas Ezra.

Di sisi lain, Ezra mengatakan investor juga perlu mencermati sejumlah risiko yang muncul di tengah pemulihan ekonomi Indonesia yang masih terus berjalan. Dari sisi eksternal, perkembangan konflik geopolitik dan lonjakan kasus Covid-19 di China menjadi risiko utama yang yang perlu dicermati, karena memiliki dampak yang siginifikan pada tekanan inflasi.

“Hal ini dapat mempengaruhi laju perubahan kebijakan moneter dan pembelian aset,” katanya.

Sementara itu, dari sisi internal, perkembangan harga minyak dunia dan komoditas utama ekspor memberikan dampak yang besar terhadap beban subsidi energi dan nilai tukar Rupiah. Di samping itu, laju pertumbuhan kredit menjadi salah satu faktor yang perlu dicermati, mengingat selama ini bank menjadi pembeli mayoritas Surat Berharga Negara (SBN).

“Kebijakan BI untuk menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) secara bertahap juga harus dicermati efeknya dalam mengurangi likuiditasi di pasar,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper