Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Dibayangi Proyeksi RDG BI Menaikkan Suku Bunga, 2 Sektor Saham Bakal Tertekan

Tingginya inflasi dapat menjadi faktor pertimbangan BI menaikkan suku bunga acuan dalam RDG sehingga menjadi katalis negatif bagi IHSG.
Tingginya inflasi dapat menjadi faktor pertimbangan BI menaikkan suku bunga acuan dalam RDG sehingga menjadi katalis negatif bagi IHSG. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Tingginya inflasi dapat menjadi faktor pertimbangan BI menaikkan suku bunga acuan dalam RDG sehingga menjadi katalis negatif bagi IHSG. Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Analis menilai jika Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG BI) 20-21 Juli 2022, akan memberikan tekanan terhadap IHSG. Dua sektor saham yang paling terdampak ialah properti dan konstruksi.

Pada Selasa (19/7/2022), IHSG menguat 1,15 persen atau 76,83 poin ke level 6.736,09. Sepanjang 2022, IHSG naik 2,35 persen, dan menjadi yang terbaik di Asia Pasifik.

Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora mengatakan, inflasi di Indonesia pada Juni 2022 naik sebesar 4,35 persen yang merupakan level tertinggi sejak Juni 2017. Hal ini membawa peluang bagi Bank Indonesia meningkatkan suku bunga.

"Dengan naiknya inflasi di Indonesia pada Juni 2022 sebesar 4,35 persen yang merupakan level tertinggi sejak Juni 2017. Hal ini berpeluang BI akan menaikan suku bunga BI pada Juli 2022 sebesar 25-50 basis points (bps)," kata Andhika, Senin (19/7/2022).

Dia melanjutkan, apabila BI menaikkan suku bunga, maka hal tersebut akan menjadi sentimen negatif untuk IHSG karena akan terjadi capital outflow dari market.

Andhika menyebut, pelaku pasar akan memilih untuk beralih ke instrumen pasar uang seperti deposito dan tabungan yang memiliki imbal hasil tinggi akibat adanya kenaikan suku bunga.

"Dengan kenaikan suku bunga maka para pelaku pasar akan memilih instrumen pasar uang seperti deposito dan tabungan, yang lebih aman dan imbal hasil naik akibat adanya kenaikan suku bunga," tutur dia.

Adapun di sektor pasar modal, dia menilai kenaikan suku bunga dapat memberikan sentimen negatif untuk saham-saham di sektor properti dan konstruksi.

Sebagai informasi, kedua sektor tersebut tercatat melemah selama tahun berjalan. Saham-saham sektor konstruksi dalam IDX Infrastructure tercatat naik 0,98 persen secara year to date (YTD), sementara saham-saham sektor properti telah melemah 13,06 persen YTD.

Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Roger M. M. mengatakan, pihaknya memperkirakan BI masih akan mempertahankan suku bunga dalam RDG pekan ini. Mirae Sekuritas memprediksi BI baru akan menaikkan suku bunga pada kuartal III/2022.

"Kuartal III/2022 akhir mungkin BI baru akan menaikkan suku bunga. Di Juli ini, kami prediksi BI masih akan menahan suku bunganya," kata Roger dihubungi, Senin (18/7/2022).

Jika prediksi tersebut benar, menurutnya IHSG akan terkoreksi, tetapi tidak terlalu banyak. Roger yakin IHSG masih didukung oleh data ekonomi yang cukup baik.

Data ekonomi tersebut adalah surplus sejumlah US$5 miliar dalam neraca perdagangan. Surplus ini juga menjadi surplus ke 25 bulan berturut-turut neraca perdagangan Indonesia.

"Surplus perdagangan saat ini cukup untuk menahan sentimen negatif saat ini di suku bunga," tutur dia.

Roger melanjutkan, Mirae Asset Sekuritas memprediksi akan ada saatnya untuk BI menaikkan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate (BI7DRRR).

Menurutnya, BI akan tetap melihat perkembangan inflasi di dalam negeri dan pelemahan rupiah, setelah The Federal Reserve menaikkan suku bunga.

Sementara itu, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mulai menaikkan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG BI) bulan ini.

“Kita prediksi ada kemungkinan BI7DRR [BI-7 Days Reverse Repo Rate] naik 25 basis poin ke 3,75 persen di RDG Juli 2022,” katanya kepada Bisnis, Selasa (19/7/2022).

Menurutnya, salah satu penyebab kenaikan tersebut, yakni laju inflasi domestik yang diperkirakan masih akan melanjutkan peningkatan yang tinggi pada Juli 2022.

Di samping itu, dia menilai rupiah diperkirakan masih akan terus mengalami tekanan, sejalan dengan langkah The Fed yang diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga pada pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) bulan ini.

Pada kesempatan berbeda, Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro memperkirakan BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan pada bulan ini, namun BI akan mengubah pesan kebijakannya menjadi lebih hawkish dari sebelumnya.

Dia mengatakan, nilai tukar rupiah pada Juli 2022 sebenarnya menguat terhadap sebagian besar mata uang Asia. Perekonomian domestik juga mencatatkan surplus perdagangan yang lebih besar dari perkiraan, mencapai US$5,1 miliar pada Juni 2022.

Sejalan dengan itu, cadangan devisa Indonesia meningkat US$800 juta menjadi US$135,6 miliar di tengah bank sentral China dan India mencatatkan penurunan cadangan devisa. Rupiah yang masih kuat tersebut, kata Satria, menjadi alasan Indonesia masih memiliki inflasi yang terkendali, terutama dari jalur impor.

Pasar menilai BI harus menaikkan suku bunga sebagai opsi teraman untuk mempertahankan perbedaan spread suku bunga yang sehat dan menarik arus masuk modal.

Namun, Satria memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga selama sisa tahun ini untuk menghindari permintaan domestik yang berlebihan. Pasalnya, setiap kenaikan suku bunga akan menyebabkan kelemahan yang signifikan dalam rupiah dan cadangan devisa.

Dia mengatakan semakin tinggi kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh The Fed dan bank sentral lainnya, semakin cepat tingkat inflasi di negara tersebut akan turun, dan semakin cepat bank sentral akan kembali melakukan pelonggaran.

Jika bank sentral global bergerak menurunkan suku bunga tetapi BI memilih untuk mempertahankan suku bunga, kemungkinan akan terjadi normalisasi perbedaan tingkat imbal hasil yang akan menyebabkan kembalinya arus masuk asing.

“Untuk ekonomi Indonesia, skenario blue-sky di sini, perbedaan tingkat imbal hasil yang lebar, inflasi yang rendah, pertumbuhan PDB yang sehat, surplus perdagangan yang besar, pada akhirnya dapat memperkuat rupiah lebih jauh ke bawah Rp14.000 per dolar AS pada 2023, menurut pandangan kami,” kata Satria.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper