Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Laporan Data Inflasi AS, Bitcoin Stabil di US$19.500

Pelaku pasar terpantau tenang dan menanti hasil data inflasi AS pada Rabu waktu AS.
Ilustrasi Bitcoin. Reuters
Ilustrasi Bitcoin. Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga Bitcoin terpantau bertahan di kisaran US$19.000-an jelang rilis data inflasi AS yang berpotensi menambah volatilitas pasar.

Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (13/7/2022), harga Bitcoin terpantau bertahan di kisaran US$19.500 pada sesi perdagangan di Asia. Pada akhir pekan lalu, harga aset kripto dengan kapitalisasi terbesar di dunia itu tercatat anjlok 11 persen.

Sementara itu, secara year to date (ytd) harga Bitcoin telah anjlok sekitar 58 persen. Kenaikan suku bunga The Fed, kejatuhan ekosistem Terra, dan kasus Three Arrows Capital menjadi sejumlah sentimen yang menekan pergerakan harga Bitcoin sepanjang tahun 2022.

Pelaku pasar terpantau tenang dan menanti hasil data inflasi AS pada Rabu waktu AS. Data inflasi di atas 8,8 persen akan meningkatkan peluang The Fed untuk memperketat kebijakan moneternya, yang dapat berimbas negatif terhadap pasar aset kripto.

Sebaliknya, hasil inflasi yang lebih rendah dari 8,8 persen berpotensi menggairahkan pasar aset kripto.

“Inflasi di bawah 8,5 persen dapat memicu skenario di mana nilai dolar AS menurun secara universal dan aset kripto naik lebih dari 5 persen,” jelas Kepala Riset di Pepperston Group, Chris Weston dikutip dari Bloomberg.

Sementara itu, Co Founder Fairlead Strategies Katie Stockton mengatakan momentum pergerakan downside Bitcoin semakin tinggi.

“Dalam perspektif jangka panjang, momentum downside saat ini mulai naik, Bitcoin dapat menguji level US$18.300 hingga US$19.500,” jelasnya.

Sebelumnya, Trader Tokocrypto, Afid Sugiono mengatakan, pasar kripto di awal pekan ini anjlok salah satunya disebabkan data ketenagakerjaan AS terbaru.

Dia melihat banyak investor yang buru-buru menjual aset dan melakukan aksi ambil untung setelah aset kripto sempat reli akhir pekan lalu.

“Investor menjadi ragu-ragu kembali melakukan aksi beli, setelah melihat data ketenagakerjaan AS terbaru, di mana tingkat pengangguran bulan Juni sebesar 3,6 persen, tidak berubah dari Mei lalu dan sesuai dengan perkiraan,” ujar Afid dalam keterangan resmi.

Efek domino kenaikan suku bunga The Fed dinilai akan meningkatkan tingkat imbal hasil instrumen berpendapatan tetap. Hal inilah yang menyebabkan investor kripto dan saham kian tidak berselera, sehingga menyebabkan penurunan nilai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper