Bisnis.com, JAKARTA — Emiten barang konsumer PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) menyatakan perkembangan nilai tukar rupiah yang cenderung terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat tidak berdampak signifikan pada kinerja perseroan.
Sekretaris Perusahaan MYOR Yuni Gunawan menjelaskan bahwa mayoritas bahan baku yang dipakai Mayora telah dipasok dari dalam negeri. Selain itu, sekitar 40 persen penjualan MYOR disumbang dari pasar ekspor.
“Bahan baku Mayora sebagian besar lokal seperti minyak nabati dan kopi. Pendapatan kami 40 persen juga dari ekspor sehingga diuntungkan dengan pelemahan rupiah,” kata Yuni dalam jawaban tertulis yang diterima Bisnis, Minggu (10/7/2022).
Dalam paparan publik belum lama ini, Direktur Mayora Indah Wardhana Atmadja mencatat adanya kenaikan harga pada sejumlah komoditas yang dipakai dalam aktivitas produksi MYOR. Menurutnya, untuk mengantisipasi hal tersebut dan tantangan eksternal lainnya, Mayora Indah telah mencari lebih banyak pemasok bahan baku sehingga memperoleh bahan baku yang kompetitif harganya.
“Dan yang tidak dihindari kami harus melakukan beberapa kenaikan harga [jual]. Kami yakin kenaikan harga ini akan memulihkan sebagian dari margin perusahaan pada 2022 dan lebih baik lagi di 2023,” katanya.
BRI Danareksa Sekuritas dalam riset terbarunya menyebutkan Mayora Indah bakal menjadi salah satu emiten yang diuntungkan dengan perlambatan harga komoditas. Kedua emiten tersebut telah melakukan penyesuaian harga jual produk dan tetap memiliki basis pasar ekspor dan domestik yang kuat meski telah melakukan penyesuaian harga ke konsumen.
Baca Juga
“Akibat harga komoditas yang tinggi sampai April 2022, emiten konsumer telah menyesuaikan harga jual. Indofood kembali menaikkan harga jual mi instannya sebesar 5 persen pada Juni 2022 dan Mayora berencana menaikkan rata-rata harga jual sekitar 8 persen di semester II/2022,” kata Analis BRI Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto.
Dalam perkembangan lain, harga komoditas global seperti minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan gandum terpantau mulai melandai pada Juni 2022, setelah mencapai puncaknya pada April 2022.
Kebijakan Indonesia untuk kembali membuka akses ekspor CPO telah membuat harga komoditas tersebut terkoreksi 7,3 persen untuk pengiriman September menjadi 4.552 ringgit Malaysia per ton. Sementara itu, kenaikan harga gandum juga tidak seagresif sebelumnya. Prospek permintaan yang lebih rendah akibat kondisi perekonomian dan risiko inflasi berdampak negatif pada harga gandum.
“Kami meyakini harga gandum dan CPO yang lebih rendah akan menurunkan beban emiten konsumer di semester II/2022 dan membuat margin keuangannya lebih baik,” lanjutnya.
Berkaca dari perkembangan ini, BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli untuk saham MYOR dengan target harga Rp2.300. Mayora diprediksi akan membukukan kinerja ekspor yang kuat di kuartal III/2022 dengan kontribusi segmen ini yang mencapai 45 persen dari total pendapatan.
“Momen akhir tahun juga akan memberi dorongan bagi pendapatan Mayora di kuartal IV/2022. Harga jual rata-rata yang lebih tinggi di semester II/2022 dan harga komoditas yang melandai akan mendukung realisasi dari proyeksi pertumbuhan pendapatan sebesar 10 persen,” kata Natalia.