Bisnis.com, JAKARTA - Kendati pasar modal tengah turun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mencatatkan tren positif.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso menjelaskan stabilitas sektor keuangan masih terjaga stabil dan berada dalam tren yang positif.
"Pada tanggal 21 April 2022, Indeks Harga Saham Gabungan menyentuh level tertinggi di level 7.276,19 dan kemudian terkoreksi per 6 Juli 2022 di level 6.646 yang disebabkan oleh ketidakpastian perekonomian global dan normalisasi kebijakan fiskal dan moneter di Amerika Serikat," jelasnya, Kamis (7/7/2022).
Menurutnya, kendati anjlok ke level 6.646, IHSG masih naik 0,99 persen secara ytd. Apalagi di masa pandemi, IHSG sempat menyentuh titik terendah pada 24 Maret 2022 di posisi 3.937,63.
OJK sempat mengeluarkan kebijakan stabilisasi pasar berupa pelarangan short selling, trading halt, penyesuaian auto-rejection limit, dan buyback saham tanpa RUPS.
Dengan kebijakan tersebut, IHSG terus bergerak ke arah positif. Akhir Desember 2021, IHSG berada di level 6.581,48 naik 10,08 persen sepanjang tahun.
Baca Juga
Hal ini karena tingginya minat investor retail dan pelaksanaan penghimpunan dana melalui pasar modal, juga memberikan dampak positif bagi pertumbuhan IHSG.
"Per 6 Juli 2022, IHSG masih berada di level 6.646,41 atau menguat 0,99 persen secara tahun berjalan walaupun terpengaruh kondisi ekonomi global. Capaian ini melampaui kinerja indeks sebelum pandemi," tambahnya.
Lebih lanjut, tekanan global berimbas kepada perekonomian domestik yang juga masih diwarnai dengan meningkatnya kasus Covid-19 di beberapa daerah.
Di perekonomian domestik, inflasi bulan Juni 2022 berada pada level 4,35 persen yoy yang tertinggi sejak Juni 2017. Di tengah kenaikan inflasi tersebut, PMI Manufaktur Indonesia per Juni-22 juga turun ke level 50,2 (Mei-22: 50,8) meskipun dalam zona ekspansi.
"Meskipun kondisi perekonomian dan sektor keuangan Indonesia berada dalam tren pertumbuhan, potensi spillover kepada sektor keuangan masih harus terus diwaspadai dan tidak boleh dianggap enteng karena ketidakpastian ekonomi global masih berlanjut terutama konflik Rusia dan Ukraina yang masih belum jelas kapan berakhirnya," jelasnya.