Bisnis.com, JAKARTA – Imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) Indonesia terpantau melemah jelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia.
Data dari World Government Bonds pada Kamis (23/6/2022) mencatat, tingkat imbal hasil SUN Indonesia dengan tenor 10 tahun berada di level 7,565 persen. Selama sepekan terakhir, yield SUN Indonesia telah melemah sebesar 15,1 basis poin.
Sementara itu, dalam periode 1 bulan belakangan, imbal hasil SUN telah melemah 26,6 basis poin.
Adapun, level credit default swap (CDS) 5 tahun Indonesia per hari ini ada di level 129,54. Posisi tersebut mengindikasikan probabilitas default atau gagal bayar sebesar 2,16 persen.
Sebelumnya, Head of Research & Market Information Department PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), Roby Rushandie mengatakan, pasar obligasi masih cenderung volatil pada sisa tahun 2022. Hal tersebut seiring dengan kondisi ketidakpastian global yang akan menekan pasar obligasi dalam negeri.
Salah satu sentimen penekan pasar surat utang Indonesia adalah risiko ekonomi global seperti terjadinya stagflasi. Hal ini akan berdampak pada langkah bank sentral global, seperti The Fed di AS untuk meningkatkan suku bunga.
Baca Juga
Ia menjelaskan, jika The Fed menaikkan suku bunga secara agresif sekitar 50 – 75 basis poin di 4 pertemuan bulanan yang tersisa, maka imbal hasil obligasi AS atau US Treasury akan turut naik. Kenaikan tersebut akan membuat spread yield SBN dan US Treasury menyempit.
“Spread yang mengecil akan memicu investor untuk lebih memilih US Treasury. Selain yieldnya yang cukup besar, US Treasury akan lebih aman dibandingkan dengan SBN kita,” jelasnya dalam pertemuan media terkait Proyeksi Obligasi pada Semester II Tahun 2022, Rabu (22/6/2022) kemarin.
Sentimen lain yang akan mempengaruhi pergerakan pasar surat utang adalah tensi geopolitik Rusia - Ukraina yang tak kunjung usai serta kelanjutan penanggulangan pandemi virus corona.