Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Nantikan The Fed, Rupiah Ditutup Melemah Hari Ini

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,89 persen atau 129 poin sehingga parkir di posisi Rp14.682,00 per dolar AS, bersamaan dengan mata uang lainnya di Asia.
Nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,89 persen atau 129 poin ke Rp14.682,00 per dolar AS./Bisnis-Himawan L Nugraha
Nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,89 persen atau 129 poin ke Rp14.682,00 per dolar AS./Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah pada hari ini, Senin (13/6/2022), beriringan dengan melemahnya mayoritas mata uang lain di kawasan Asia. 

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,89 persen atau 129 poin sehingga parkir di posisi Rp14.682,00 per dolar AS. Sementara indeks dolar AS pada pukul 15.05 WIB terpantau menguat 0,5490 poin atau 0,53 persen ke level 104,6970. 

Sementara itu, mata uang lain won Korea Selatan terpantau memimpin pelemahan di kawasan Asia dengan anjlok 1,24 persen terhadap dolar AS dan di posisi berikutnya adalah rupiah.

Selain itu, peso Filipina terpantau turun 0,60 persen, dolar Taiwan turun 0,58 persen, yuan China turun 0,42 persen, ringgit Malaysia dan rupee India yang sama-sama turun 0,39 persen terhadap dolar AS.

Sebelumnya Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam dalam riset harian dikutip Senin (13/6/2022), memperkirakan pergerakan nilai tukar rupiah akan ditutup melemah pada perdagangan hari ini. 

Dia menyebutkan bank sentral AS pekan ini akan mengumumkan kenaikan suku bunga 50 basis poin kedua dari tiga kali berturut-turut, yang telah mendorong lonjakan dolar dalam beberapa bulan terakhir.

Dari sisi internal, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/ Bappenas) menilai perekonomian Indonesia perlu tumbuh 5,7 persen per tahun agar Indonesia dapat menjadi negara maju pada 2045, sebelum 100 tahun kemerdekaan. 

"Hasil exercise kami menunjukkan apabila sepanjang 2022 sampai 2045 kita bisa tumbuh berkisar 5,7 persen, kita bisa mencapai negara berpendapatan tinggi di 2043," mengutip Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti. 

Untuk itu, pemerintah memandang Indonesia memerlukan proses pengembangan industri pengolahan dengan memanfaatkan inovasi dan teknologi. Pada 2021 saja industri pengolahan yang tumbuh 3,39 persen year on year (yoy) menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi yakni mencapai 0,70 dari total pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 yang sebesar 3,69 persen. 

"Diperlukan ekosistem dengan regulasi yang kondusif, kesempatan berusaha untuk terus tumbuh dan berkembang, ketersediaan sumber daya yang mencukupi, dukungan investasi dan usaha yang sehat, serta tentunya ketersediaan sumber daya manusia industri atau talent," ungkapnya. 

Adapun, sebelum pandemi Covid-19, Bappenas memperkirakan Indonesia bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah pada 2036 dengan pertumbuhan ekonomi setidaknya 5,7 persen per tahun sejak 2015. 

Hanya saja target Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2036 harus tertunda karena penyebaran pandemi Covid-19 yang menyebabkan ekonomi terkontraksi pada 2020. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper