Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan analis menyarankan investor mewaspadai lonjakan harga komoditas yang melambung tinggi pada awal Juni 2022.
Head of Investment Reswara Gian Investa Kiswoyo Adi Joe mengatakan, komoditas tambang masih memiliki prospek yang menarik hingga saat ini. Namun, menurutnya hal tersebut bisa berakhir jika kondisi konflik Rusia dan Ukraina berakhir.
"Kalau sanksi Rusia dicabut dan Rusia bisa ekspor impor lagi dengan lancar, otomatis harga energi akan turun dan juga akan berpengaruh ke harga komoditas tambang seperti batu bara," kata Kiswoyo, dihubungi Minggu (5/6/2022).
Sebagai informasi, harga acuan batu bara pada Juni 2022 telah menyentuh angka US$323,91 per metric ton (MT). Selain batu bara, harga komoditas tambang lainnya juga meningkat seperti Nikel pada Mei 2022 yang mencapai US$33.415,75 per MT, dan harga acuan Tembaga pada Mei 2022 sebesar US$10.311,18 per MT.
"Investor harus waspada, karena harga komoditas tambang sudah begitu tinggi, bisa jadi turun entah karena resesi ekonomi, atau konflik selesai lalu sanksi dicabut, dan pasokan energi berlebih. Harga komoditas hari ini memang masih naik, tetapi kita tidak tahu sampai kapan," ucapnya.
Kiswoyo melanjutkan, harga komoditas nikel masih bisa terjaga, selama teknologi baterai listrik masih menggunakan nikel dan cobalt. Namun, jika ke depannya terdapat teknologi pengganti nikel, maka hal ini dapat menjadi ancaman bagi harga komoditas ini.
Baca Juga
"Teknologi untuk baterai listrik dicari terus, apakah ada yang bisa lebih efisien dibandingkan dengan nikel dan cobalt. Kalau sampai ditemukan bahan yang lain, nikel bisa jadi tidak sering digunakan lagi," ujarnya.
Melihat tantangan tersebut, Kiswoyo masih belum merekomendasikan investor untuk melakukan investasi pada perusahaan-perusahaan komoditas tambang.