Bisnis.com, JAKARTA – Larangan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mulai 28 April 2022 dinilai berpotensi melemahkan nilai rupiah ke level terendah.
Kebijakan tersebut dinilai turut menghambat laju perekonomian, selain adanya kenaikan suku bunga The Fed atau Bank Sentral AS.
Mengutip Bloomberg, laporan Goldman Sachs Group Inc menyebutkan CPO menyumbang 1,5 persen produk domestik bruto pada 2021, sehingga larangan ekspor dapat memotong pendapatan ekspor hingga US$2 miliar.
Kepala Penelitian FX Asean dan Asia Selatan di Standard Chartered Bank Singapura, Divya Devesh menyebutkan, rupiah dapat terdepresiasi menjadi Rp14.800 terhadap greenback pada akhir Juni 2022.
“Investor mengamati pembatasan ekspor lebih lanjut dan meningkatnya permintaan dolar,” ujar Divya kepada Bloomberg, dikutip Selasa (17/5/2022).
Menurunnya minat investor asing terlihat dari aksi jual bersih obligasi Indonesia sebesar US$4 miliar di tahun ini.
Baca Juga
Sementara itu, Head of Research Mirae Asset Sekuritas Hariyanto Wijaya menyatakan adanya risk-on tone yang luas dapat meningkatkan sentimen di seluruh komoditas, tak terkecuali sektor minyak sawit.
“Harga minyak mentah reli di tengah ketatnya produk minyak sulingan,” ujarnya dalam riset, Selasa (17/5/2022).
Pada pembukaan perdagangan pagi ini, Selasa (17/5/2022) nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terlihat menguat 0,61 persen ke level Rp14.598 per dolar AS, sementara indeks dolar AS ada di posisi 104,203 atau menguat sangat tipis 0,005 poin.