Bisnis.com, JAKARTA – Sebanyak 13 obligasi seri fixed rate (FR) diperkirakan akan menarik perhatian investor pada perdagangan hari ini, Senin (9/5/2022) seiring dengan kenaikan suku bunga The Fed.
Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas Amir Dalimunthe mengatakan, seri FR yang bakal menarik investor tersebut yaitu FR0070, FR0077, FR0052, FR0073, FR0091, FR0058, FR0068, FR0080, FR0072, FR0045, FR0075, FR0050, dan FR0092.
Rekomendasi FR tersebut diputuskan setelah menelaah kondisi pasar saat ini serta penilaian kurva imbal hasil. Untuk periode 9-13 Mei 2022 imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun akan berada dikisaran 6,92 persen hingga 7,13 persen.
“Sebagaimana diketahui, Federal Reserve AS (The Fed) menaikkan suku bunga acuannya pada FOMC Meeting terakhir pada 3-4 Mei sebesar 50 bp ke kisaran 0,75 persen sampai 1 persen, sesuai dengan ekspektasi pasar,” jelas Amir dalam risetnya, Senin (9/5/2022).
Lebih lanjut, The Fed juga akan mulai mengurangi neraca sebesar US$47,5 miliar per bulan mulai Juni hingga Agustus.
Pada September, The Fed akan meningkatkan laju pengurangan menjadi US$95 miliar per bulan. FedWatch Tools dari CME Group memperkirakan 82,9 persen kemungkinan Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 bp pada pertemuan FOMC berikutnya 15 Juni.
Baca Juga
“Yield curve US Treasury (UST) bergeser keatas selama seminggu terakhir, terutama untuk tenor yang lebih panjang. Yield curve UST 3 bulan dan 2 tahun meningkat masing-masing 1bp dan 2bp menjadi 0,84 persen dan 2,74 persen,” imbuh Amir.
Sedangkan yield curve UST 10 tahun mencatat kenaikan lebih tinggi, sebesar 19 bp menjadi 3,13 persen. Ini merupakan level tertinggi sejak 2018. Maka sejak akhir 2021, yield UST 10 tahun telah mencatatkan kenaikan 162 bp.
Sementara itu, credit default swap (CDS) secara umum masih terbilang tinggi. Hal ini mengindikasikan risk-appetite investor masih belum kembali.
Adapun CDS 5 tahun Indonesia menunjukkan tren peningkatan selama April hingga awal Mei. Per 6 Mei, CDS 5 tahun Indonesia berada di level 107 bp, atau lebih tinggi 31 bp dari posisinya di akhir tahun 2021.
Diantara negara-negara Asia, nilai rupiah terdepresiasi relatif kecil terhadap Dolar AS. Terjaganya nilai rupiah dinilai Amir karena harga komoditas yang tinggi, tingkat inflasi yang terkendali, dan prospek pertumbuhan yang baik.
Namun, volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mulai sedikit meningkat dari akhir April hingga awal Mei 2022.
“Peningkatan volatilitas ini bersamaan dengan dimulainya larangan ekspor CPO pemerintah Indonesia dan kenaikan suku bunga acuan The Fed,” tutup Amir.