Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas menguat lebih dari 1,4 persen karena imbal hasil obligasi pemerintah AS berkurang setelah data inflasi AS meroket ke tertinggi 40 tahun.
Pada penutupan perdagangan Selasa (12/4/2022), harga emas paling aktif untuk pengiriman Juni di divisi Comex New York Exchange, melonjak US$27,9 atau 1,43 persen menjadi US$1.976,10 per ounce.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada Selasa (12/4/2022) bahwa indeks harga konsumen AS, ukuran inflasi, melonjak 8,5 persen dari tahun lalu pada Maret 2022, di atas perkiraan pasar sebesar 8,4 persen dan kenaikan tercepat sejak Desember 1981.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang dijadikan acuan tergelincir setelah data menunjukkan inflasi meningkat pada Maret, tetapi kurang dari yang diperkirakan banyak pelaku pasar.
Sementara emas dianggap sebagai lindung nilai inflasi, kenaikan harga-harga dapat menyebabkan bank sentral menaikkan suku bunga, mendorong imbal hasil obligasi dan meningkatkan peluang kerugian memegang emas dengan imbal hasil nol.
"Jika kita akan terus melihat inflasi inti tidak melonjak pada tingkat yang sama (seperti inflasi utama), The Fed mungkin tidak seagresif ketika inti bergerak lebih tinggi," kata Bart Melek, kepala strategi komoditas di TD Securities.
Baca Juga
Gubernur Federal Reserve Lael Brainard mengatakan upaya gabungan pemangkasan neraca dan serangkaian kenaikan suku bunga akan membantu menurunkan inflasi, menambahkan moderasi dalam inflasi "barang-barang inti", tidak termasuk harga energi dan makanan, adalah sinyal "selamat datang".
"Ini tidak mengubah apa pun dalam jangka pendek," dengan The Fed masih diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan depan untuk menjinakkan inflasi, kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.
Harga emas juga terus mendapat dukungan sebagai tempat berlindung yang aman dari perkembangan di sekitar Ukraina, dengan pasukan Rusia berkumpul untuk serangan baru.