Bisnis.com, JAKARTA – Dolar AS mencatat kenaikan tiga hari berturut-turut pada akhir perdagangan Jumat (25/3/2022) karena harga minyak mentah membalikkan pelemahan sebelumnya dan menambah tekanan bagi Federal Reserve untuk agresif dalam memerangi inflasi.
Setelah awalnya menurun, harga minyak rebound menyusul serangan rudal yang menghantam fasilitas penyimpanan perusahaan minyak milik negara Arab Saudi Aramco.
Perang di Ukraina dan mengakibatkan kenaikan harga-harga komoditas telah menambah tekanan inflasi yang sudah tinggi.
Indeks dolar yang mengukur pergerakan greenback terhadap enam mata uang utama lainnya naik 0,071 persen. Sementara itu, euro turun 0,11 persen menjadi US$1,0984.
Greenback mencatat kenai kenaikan yang solid minggu ini, yang akan menandai kenaikan mingguan keenam dalam tujuh pekan terakhir. Dolar telah diuntungkan dari statusnya sebagai asset safe haven. Sementara itu, perang Rusia Ukraina telah mendorong ekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga.
Analis pasar senior OANDA Edward Moya mengatakan satu hal yang dapat disepakati semua orang adalah inflasi akan bertahan lebih lama dan pada akhirnya akan memperumit apa yang dilakukan bank sentral.
Baca Juga
"Pelaku pasar mungkin akan melihat dolar memimpin kenaikan suku bunga, Eropa akan tertinggal dan perbedaan suku bunga akan memberikan beberapa dukungan untuk dollar," ungkap Moya, dilansir Antara, Sabtu (26/3/2022).
Bergabung dengan analis lain yang telah meningkatkan ekspektasi untuk Fed yang lebih agresif, Bank of America pada Jumat (25/3/2022) mengatakan pihaknya memperkirakan dua kenaikan masing-masing 50 basis poin pada pertemuan Juni dan Juli dengan "risiko" dari mereka yang ditarik ke depan masing-masing ke Mei dan Juni. Citi juga merevisi jalur kebijakan Fed lebih tinggi untuk kenaikan suku bunga, memperkirakan kenaikan 50 basis poin pada pertemuan Mei, Juni, Juli dan September tahun ini.
Data ekonomi menunjukkan kenaikan harga-harga dan suku bunga mulai melumpuhkan beberapa kegiatan ekonomi. Kontrak untuk membeli rumah bekas di AS turun ke level terendah dalam hampir dua tahun pada Februari, sementara sentimen konsumen sebagian dipengaruhi oleh kenaikan harga bensin, yang mendorong ekspektasi inflasi ke level tertinggi sejak 1981.