Bisnis.com, JAKARTA - PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) atau Mitratel akan menjajaki opsi penerbitan surat utang dan instrumen lain pada 2022 untuk melakukan refinancing.
Direktur Investasi dan Corporate Secretary Mitratel Hendra Purnama mengatakan, tahun ini pihaknya telah melakukan pelunasan di awal sebagian utang milik perseroan melalui kas milik perseroan. Menurutnya, Mitratel saat ini memiliki kecukupan kas yang dapat menyelesaikan seluruh kewajiban pelunasan pinjaman jatuh tempo.
"Di bulan ini kami sudah melakukan pelunasan yang nilainya lebih dari Rp2 triliun, jadi cukup banyak yang kami lunasi karena kami memiliki arus kas yang cukup kuat," ujar Hendra kepada Bisnis, Sabtu (12/3/2022).
Dia melanjutkan, untuk mengurangi beban, emiten berkode saham MTEL ini melakukan pelunasan utang yang dananya berasal dari arus kas. Perseroan membayar kewajiban utang dengan mengantisipasi peningkatan JIBOR, karena pinjaman perseroan sebagian besar JIBOR ditambah margin.
"Jadi kami melakukan diskusi dengan bank, mengkonversi variabel menjadi fix rate," tuturnya.
Baca Juga
Anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) ini juga akan melakukan asesmen untuk menerbitkan instrumen seperti surat utang rupiah, atau instrumen lainnya, dengan mempertimbangkan kondisi saat ini. Hendra menyebut kemungkinan tersebut masih dijajaki pihaknya.
Adapun berdasarkan laporan keuangan tahunannya, Mitratel tercatat membukukan liabilitas jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun sebesar Rp2,4 triliun. Sementara itu, total liabilitas jangka pendek perseroan tercatat sebesar Rp6,47 triliun.
Hingga akhir 2021, total utang perseroan tercatat sebesar Rp18,07 triliun, meningkat 46,2 persen year-on-year (yoy) dibandingkan akhir 2020. Peningkatan utang ini terutama digunakan untuk mendukung tujuan umum perusahaan dan investasi atau akuisisi yang dilakukan pada menara-menara Telkomsel.
Utang perseroan seluruhnya dalam mata uang rupiah, yang terdiri dari pinjaman bank jangka pendek dan jangka panjang. Dengan demikian, Mitratel tidak memiliki eksposur risiko terhadap nilai tukar mata uang asing.