Bisnis.com, JAKARTA – Harga Bitcoin mengawali tahun 2022 dengan koreksi yang cukup dalam sepanjang Januari 2022.
Berdasarkan data Bloomberg pada Selasa (1/2/2022), harga Bitcoin ditutup menguat selama 12 hari pada bulan ini, sementara sisanya ditutup terkoreksi. Aset digital lain juga terpantau terkoreksi, dengan Ether anjlok sekitar 30 persen sejak akhir Desember.
Data dari Coimarketcap mencatat, harga Bitcoin terpantau naik ke level US$38.557,60 setelah sempat turun hingga ke US$36.680. Secara bulanan, Bitcoin telah terkoreksi lebih dari 18 persen, atau pergerakan terburuk di awal tahun sejak koreksi 29 persen pada tahun 2018.
Dalam waktu kurang dari tiga bulan, harga Bitcoin anjlok ke level terendah di kisaran US$33.000 pada Januari 2022 dari rekor tertinggi sepanjang masa US$69.000. Hal ini terjadi seiring dengan aksi jual yang dilakukan investor menyusul pernyataan The Fed yang akan segera menaikkan suku bunga acuan.
Tren penurunan harga Bitcoin ini menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar bahwa aset kripto tengah berada di fase crypto winter. Adapun, crypto winter merupakan kondisi ketika nilai cryptocurrency mengalami penurunan drastis.
Troy Gayeski, Chief Market Strategist FS Investments menjelaskan, kripto adalah kelas aset yang sangat volatil. Investor yang telah masuk pada kelas aset ini sebaiknya telah mengetahui karakteristik utama pasar kripto.
Baca Juga
“Ini adalah lingkungan yang lebih sulit untuk kripto dibandingkan dengan 6 bulan hingga 18 bulan lalu saat semuanya cenderung lampu hijau, kini pelaku pasar tengah berada di fase lampu kuning dan berhati-hati,” jelasnya dikutip dari Bloomberg.
Penurunan harga ini juga berimbas pada volume perdagangan Bitcoin yang juga lebih rendah. Laporan dari CryptoCompare menyebutkan, sentimen makro dari aset-aset berisiko menjadi katalis utama yang mendorong pelemahan di pasar kripto.
“Investasi pada aset digital mencatatkan outflow untuk pertama kalinya sejak Agustus, dengan rata-rata bulanan sekitar US$88 juta pada Januari 2022. Total dana kelolaan untuk produk Bitcoin juga turun 23 persen sejak Desember,” demikian kutipan laporan tersebut.
Sementara itu, analis Goldman Sachs Zach pandl dan Isabella Rosenberg dalam risetnya menjelaskan, secara historis tren koreksi besar-besaran pada Bitcoin terjadi sebanyak 5 kali sejak tahun 2011. Tren ini terjadi saat harga Bitcoin telah mencapai level tertinggi sepanjang masa, dengan rerata koreksi dari harga tertinggi ke terendah 77 persen.
“Secara rata-rata, tren koreksi ini terjadi selama 7 – 8 bulan, dengan koreksi kumulatif terbesar terjadi pada 2011 lalu, sebesar 93 persen,” demikian kutipan laporan tersebut.