Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah pada perdagangan Selasa (25/1/2022).
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,09 persen atau 13,50 poin ke posisi Rp14.348,50 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau menguat sebesar 0,08 persen atau 0,08 poin ke level 95,9980 pada pukul 15.05 WIB.
Selain mata uang Garuda, beberapa mata uang lain di kawasan Asia terpantau melemah di antaranya won Korea Selatan turun 0,21 persen, rupee India turun 0,21 persen, baht Thailand turun 0,13 persen dan dolar Taiwan yang turun 0,08 persen.
Sebelumnya, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan pelemahan nilai tukar rupiah pada hari ini karena terdapat beberapa sentimen negatif dari global maupun domestik yang mempengaruhi pergerakan mata uang.
Menurut Ibrahim, investor terus bersiap menghadapi keputusan kebijakan terbaru Federal Reserve AS. Sementara kekhawatiran atas inflasi dan ketegangan geopolitik di Eropa Timur meningkatkan daya tarik safe-haven logam kuning.
“Secara luas [keputusan The Fed Rabu mendatang] diperkirakan akan memperketat kebijakan moneter pada kecepatan yang lebih cepat dari yang diharapkan untuk mengekang inflasi yang terus tinggi,” tulis Ibrahim dalam riset harian, Senin (24/1/2022).
Baca Juga
Selain itu, Bank of Canada juga akan menyampaikan keputusan kebijakannya di hari yang sama dengan AS.
Dari segi geopolitik, terdapat ketegangan lanjutan antara AS dan Rusia atas Ukraina. Wakil Perdana Menteri Inggris Dominic Raab pun memperingatkan pada hari Minggu bahwa Rusia menghadapi sanksi ekonomi yang berat jika memasang rezim boneka di Ukraina.
Sementara itu, India menjual emas dengan harga diskon selama pekan lalu, dengan kenaikan harga domestiknya yang berdampak pada permintaan dan para pedagang perhiasan melihat ke depan untuk anggaran tahunan negara tersebut di tahun 2022-2023.
Kemudian dari dalam negeri, Ibrahim memprediksi kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2022 semakin membaik dan menjadi momentum pemulihan. Meski begitu, masih ada beberapa tantangan dan ketidakpastian yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
Ibrahim memaparkan, dampak dari berbagai dinamika Covid-19 akan menimbulkan pemulihan ekonomi yang tidak merata, inflasi, terjadi supply disruption yang kemudian menimbulkan respons policy yaitu kenaikan suku bunga, konsolidasi fiskal dan akan menimbulkan gejolak terhadap nilai tukar.
Ibrahim melanjutkan, kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia pada awal tahun juga mengancam kegiatan ekonomi tahun ini.