Bisnis.com, JAKARTA – Setelah mencatatkan kenaikan tajam sepanjang tahun ini, harga komoditas batu bara diperkirakan akan meredup tahun depan.
Analis Mirae Asset Sekuritas Juan Harahap mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor penekan harga batu bara. Pertama, China yang mempercepat persetujuan pembukaan tambang batu bara baru untuk mengurangi krisis energi tahun ini.
Berdasarkan data Bloomberg, setidaknya 220 juta metrik ton kapasitas batu bara telah mendapat lampu hijau, sementara 120 juta ton sisanya masih belum dapat izin.
“Namun, mengingat sebagian kapasitas berasal dari tambang yang sudah kedaluarsa, perlu dilakukan prosedur pengecekan keamanan lebih ketat sebelum bisa produksi. Oleh karena itu, kami memperkirakan peningkatan produksi batu bara baru akan terjadi pada kuartal IV/2022 di China,” tulis Juan dalam riset, Senin (22/11/2021).
Pada kuartal III/2021, produksi batu bara China sudah naik sekitar 328 juta ton atau 1,2 persen dari kuartal sebelumnya, dan 0,9 persen dari tahun sebelumnya. Namun, cadangan batu bara di pusat pembangkit listrik China masih minim, hanya 11 juta ton, di tengah permintaan yang memuncak menghadapi musim dingin.
Untuk menghadapi situasi ini, China juga kemudian meningkatkan aktivitas impor sebanyak 32,8 juta ton atau naik 17,2 persen dari bulan sebelumnya, atau naik 76,1 persen secara year on year, pada September 2021.
Baca Juga
“Dengan China yang masih harus mengadapi musim dingin, ditambah dengan adanya perayaan Tahun Baru China, kami memprediksikan impor batu bara China baru akan melandai pada akhir Januari 2022, melihat produksi domestik yang mungkin mulai naik setelah Imlek. Secara historis, pada kuartal pertama setiap tahunnya, produksi China selalu menyentuh rekor terendah,” jelas Juan.
Selain itu, produksi batu bara domestik di India juga mulai naik, di bawah arahan pemerintah sepanjang 2021 ini. Hasilnya, India Coal Ltd. berhasil meningkatkan produksinya hingga ke 157 juta ton atau naik 36,4 persen per kuartal dan 6,3 persen dalam setahun pada kuartal III/2021.
“Kami melihat India Coal Ltd, berkontribusi sekitar 84,1 persen produksi batu bara di India pada 2020. Oleh karena itu, India menurunkan aktivitas impornya menjadi 30 juta ton atau turun 34,7 persen dari kuartal sebelumnya atau turun 16,6 persen yoy pada kuartal III/2021,” paparnya.
Sementara itu, cadangan batu bara India juga anjlok ke 221 juta ton, turun 41,4 persen dari tahun sebelumnya selama tiga kuartal 2021. Jumlah tersebut merupakan yang terendah sejak 2015. Namun, Mirae Asset memperkirakan produksi batu bara India masih akan naik dan impornya juga berlanjut sampai musim gugur 2022.
“Melihat cadangan India, mungkin angka pada September lalu menjadi pertanda bahwa cadangan batu bara India akan kembali pulih melihat permintaan domestik juga masih terus meningkat,” tambahnya.
Meskipun India dan China sudah didrong untuk mengurangi pemakaian batu bara pada perjanjian di Glasgow, analis melihat ada peningkatan hampir 90 persen dari ekonomi dunia yang telah menetapkan target nol bersih dari 30 persen. Oleh karena itu Mirae yakin, hal ini akan menghambat harga batu bara dalam waktu dekat.
“Kami melihat permintaan batu bara China masih akan tetap sama untuk jangka menengah, karena ada sejumlah besar kapasitas pembangkit listrik termal terpasang di China. Kami mencatat bahwa pembangkit listrik tenaga batu bara China yang beroperasi sepanjang 2020 meningkat menjadi 1 juta MW atau naik 4,2 perseb YoY,” tambahnya.
Di Indonesia, pada Oktober 2021 realisasi produksi batu bara Indonesia mencapai 512 juta ton atau 82 persen dari total target produksi 625 juta ton. Sejalan dengan produksi batu bara nasional, Domestic Market Obligation (DMO) tercatat sebesar 110 juta ton, yang merupakan 80 persen dari target pada 2021.
Selain itu, para penambang juga menghadapi kewajiban pasar domestik atau DMO yang semakin ketat saat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menerbitkan Peraturan Menteri tentang harga DMO batu bara untuk industri semen dan pupuk.
Harga batu bara maksimum untuk industri ditetapkan pada harga maksimum US$90 per ton. Peraturan ini berlaku sejak November 2021 hingga Maret 2022.
“Kami mempertahankan permintaan overweight pada sektor batu bara Indonesia, meskipun kami memperkirakan asumsi harga batu bara rata-rata pada 2022 akan turun menjadi US$100 per ton dari US$126 per ton,” ungkapnya.
Hal itu lantaran potensi permintaan yang lebih rendah dari China dan India, karena lonjakan produksi batu bara domestik pada 2022 dan terganggunya energi terbarukan.
“Namun, kami memperkirakan transisi untuk energi terbarukan masih akan menantang dalam waktu dekat, dan asumsi harga batu bara sebesar US$100 per ton pada 2022 masih menguntungkan bagi industri batu bara Indonesia,” tambahnya.
Mirae Asset memilih saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) sebagai pilihan utama karena sangat terkonsentrasi di bisnis batu bara termal. ITMG juga memiliki karakteristik batu bara kalori menengah hingga tinggi, porsi ekspor terbesar dalam cakupan kami yang akan mendukung margin, dan terakhir hasil dividen yang tinggi.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.