Bisnis.com, JAKARTA - Dalam dunia pasar modal ada stock split atau pemecahan saham dan reverse stock split. Reverse stock split artinya proses penggabungan saham secara efektif.
Adapun reverse stock split adalah kebalikan dari stock split. Reverse stock split atau sering disebut reverse split artinya suatu proses penggabungan saham-saham untuk membentuk nilai saham yang lebih proporsional dan berharga.
Sebagai contoh, ada perusahaan yang melakukan penggabungan nilai nominal saham dengan menggabungkan saham seri A dan B.
Perusahaan tersebut akan melakukan penggabungan nilai nominal saham atau reverse stock split terlebih dahulu dengan rasio 10 : 1 atau 10 saham dengan nilai nominal lama menjadi 1 saham dengan nilai nominal baru.
Biasanya, penetapan rasio reverse stock split tersebut akan didasari oleh beberapa pertimbangan, salah satunya adalah hasil kajian nilai wajar saham Perseroan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Aksi korporasi reverse stock split ini, bisa dilakukan bila mendapatkan persetujuan dari rapat umum pemegang saham (RUPS).
Baca Juga
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan sedang merancang payung hukum terkait stock split dan reverse stock split oleh emiten atau perusahaan tersebut. Payung tersebut akan dituangkan dalam POJK maupun Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dalam catatan Bisnis.com, rancangan POJK di pasal 9 tentang Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham oleh Perusahaan Terbuka, otoritas mengatur kewajiban emiten untuk memperoleh laporan penilaian saham yang disusun oleh Penilai apabila terdapat fluktuasi harga saham perusahaan terbuka yang signifikan.
Kewajiban serupa harus dipenuhi apabila terdapat penghentian sementara perdagangan saham perusahaan terbuka oleh Bursa Efek lebih dari 3 bulan.
Poin lain yang perlu disoroti yakni OJK melarang stock split atau reverse stock split dilakukan dalam 24 bulan sejak pencatatan saham perdana (IPO) dan 12 bulan dari rights issue, private placement, merger, serta pelaksanaan pemecahan saham atau penggabungan saham sebelumnya.