Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kelapa sawit (CPO) tahun ini memanas menembus rekor-rekor baru mencapai di atas 5.000 ringgit per ton. Kemungkinan peningkatan permintaan dari kebijakan B30 juga menjadi pendorong harga.
Analis Komoditas dan Founder Traderindo.com Wahyu Laksono mengatakan bahwa peningkatan harga minyak mentah akan membuat penggunaan biodiesel menjadi lebih kompetitif seiring dengan pergeseran tren kebijakan bauran energi yang lebih ramah lingkungan.
“CPO yang merupakan bahan baku pembuatan biodiesel bisa menjadi substitusi minyak mentah sehingga ketika harga minyak mentah naik, harga CPO juga ikut naik,” jelasnya kepada Bisnis, Senin (1/11/2021).
Selain oitu, membaiknya ekonomi pasca vaksin juga mendukung penguatan permintaan. Baik permintaan ekspor dan pertumbuhan konsumsi domestik menjadi faktor utama penunjang kenaikan harga CPO.
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)memproyeksikan, produksi CPO Indonesia sepanjang 2021 mengalami kenaikan 3,5 persen (y-o-y) menjadi 49 juta ton dari realisasi tahun lalu yang hanya sebanyak 47,4 juta ton.
Untuk konsumsi domestik berupa produk oleopangan, permintaan minyak sawit diperkirakan akan tumbuh 2 persen (y-o-y) menjadi 8,4 juta ton. Sementara untuk produk oleokimia, Gapki memperkirakan akan terjadi kenaikan 14 persen (y-o-y) dari 1,57 juta ton menjadi 1,8 juta ton tahun ini.
Baca Juga
“Kenaikan supply bisa jadi menahan harga dan rawan koreksi di level atas, biasanya relasional dengan harga minyak mentah,” papar Wahyu.
Tahun depan, penghambat harga bisa berasal dari pasokan yang membaik jika produksi menguat terkait reopening pasca pandemi.
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melaporkan, indeks harga minyak nabati di bulan Februari berada di rata-rata 147,4 poin. Indeks tersebut naik 8,6 poin (atau 6,2 persen) dari Januari dan menandai level tertinggi sejak April 2012.
Tahun ini, harga minyak sawit internasional naik selama sembilan bulan berturut-turut di bulan Februari, dipicu adanya kekhawatiran atas tingkat stok yang rendah di negara-negara pengekspor terkemuka akibat rendahnya produksi.
“Meskipun demikian, sentimen penguatan harga CPO masih akan terus berlanjut. Pada Januari 2021, PT Pertamina telah menguji produksi green diesel yang menggunakan Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil [RBDPO] dengan kebutuhan 6 ribu barel CPO per hari menjadi green avtur mulai Desembe 2022,” imbuhnya.
Dengan demikian, terkait harga CPO mantap di atas 4.000 ringgit bahkan sampai di 5.000 ringgit. Namun, rekor 5.000 ringgit per ton ini rentan koreksi.
“Hanya saja karena outlook oil, harganya masih bisa naik lagi. Setiap koreksi CPO bisa jadi sulit anjlok dan bisa jadi lanjut test high lagi Range 4.500 – 5.500 dan di atas 5.000 ringgit per ton baru bisa koreksi ke 4.500 lagi,” ungkap Wahyu.