Bisnis.com, JAKARTA – Harga komoditas minyak kelapa sawit dalam setahun terakhir bergerak cukup luar biasa, naik sampai dengan 34 persen sejak awal tahun. Salah satu emiten sawit PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SMSS) memperkirakan harganya akan tetap tinggi dalam 2 tahun-3 tahun ke depan.
Pada perdagangan Kamis (28/10/2021), harga CPO di bursa Malaysia Derivative Exchange turun 1,55 persen atau 77 poin ke 4.889 ringgit per ton. Sebelumnya, beberapa hari lalu harga CPO sempat melambung melewati 5.300 ringgit per ton.
CFO Sawit Sumbermas Sarana Hartono Jap mengatakan bahwa kenaikan harga CPO dipicu oleh adanya gangguan produksi pasokan. Ini memunculkan harapan supercycle komoditas kelima dalam sedekade terakhir.
“Tahun lalu kita udah punya ekspektasi kenaikan harga, setelah Covid pun konsultan bilang harganya akan naik, tapi harga terendah CPO diperkirakan sekitar US$800 – US$850 per ton. Jadi pakar-pakar sudah memperkirakan CPO itu cenderung naik dan sustainable. Tapi hari ini bisa naik ke atas US$1.300 per ton itu di atas ekspektasi,” ujarnya dalam bincang bersama Mirae Asset Sekuritas, Kamis (28/10/2021).
Adapun, faktor yang mendukung CPO naik ke harga tertinggi pertama karena pandemi. Malaysia sebagai produsen terganggu dari sisi operasional, tenaga kerja migran dikembalikan ke Indonesia dan negara asal lainnya, kemudian mengalami kesulitan di pemupukan dan panen.
“Di Indonesia, kita tau banyak pemain yang ada di beberapa pulau, mereka juga punya kesulitan operasional selama pandemi makanya ada gangguan di suplai dan produksi dan membuat harga naik karena permintaan tetap ada,” jelasnya.
Baca Juga
Hartono memperkirakan, sampai tahun depan harga CPO akan tetap di sekitar 4 digit, karena di Malaysia masih ada gangguan suplai akibat kesulitan SDM.
“Selama mereka belum bisa balikan pekerja migran kerja di lapangan mereka, dan meskipun ada, mereka butuh waktu untuk memupuk kira-kira 1,5 tahun lagi. Kalau dari indonesia, banyak pemain besar sudah saatnya replanting, tanam bibit baru, baru bisa menghasilkan buah sekitar 3 tahun. Jadi kondisi saat ini masih akan bertahan 2-3 tahun ke depan,” imbuhnya.
Emiten bersandi SSMS ini sendiri mengaku selama pandemi tidak pernah mengalami kesulitan dari sisi kinerja seperti yang dialami berbagai bisnis pada umumnya.
Pada semester I/2021, perusahaan masih mencetak laba sampai Rp700,34 miliar, melesat 588 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya di Rp101,79 miliar.
Sementara itu, di lantai bursa, saham SSMS hari ini stagnan, di posisi Rp1.120 setelah melaju di kisaran Rp1.085–Rp1.130. Secara year to date (ytd) harga saham SSMS masih turun 10,40 persen. Namun, dalam setahun (yoy) naik sampai 39,13 persen.