Bisnis.com, JAKARTA — Rencana pemerintah mendorong penerapan mandatori biodiesel dari B40 menuju B50 diprediksi akan menghadapi tantangan dibanding transisi sebelumnya. Isu utama yang mencuat adalah kecukupan pasokan crude palm oil (CPO) domestik untuk memenuhi kebutuhan energi dalam dan luar negeri.
Executive Director Palm Oil Strategic Policy Institute (ASPI) Tungkot Sipayung menerangkan, produksi CPO nasional pada tahun ini diprediksi berada di level 48 juta ton dan berpotensi meningkat hingga 50 juta ton pada tahun depan.
Dia menyebut, dari jumlah tersebut, kebutuhan biodiesel dengan skema B50 diproyeksikan menyerap sekitar 18,5 juta ton CPO. Di sisi lain, konsumsi untuk pangan diperkirakan sekitar 6 juta ton, lebih rendah dibanding asumsi awal 8 juta ton. Sementara itu, kebutuhan oleokimia diproyeksikan mencapai 2–3 juta ton.
“Sehingga tahun depan sebetulnya konsumsi domestik kita itu mungkin sekitar 27–28 juta ton,” katanya dalam acara CPO Catalyst and Outlook Samuel Sekuritas, Kamis (21/8/2025).
Tungkot menerangkan, dari proyeksi produksi 50 juta ton, masih tersedia sekitar 22 juta ton hingga 23 juta ton CPO yang dapat diekspor.
“Dari sisi manfaat, sebenarnya tidak ada masalah. Namun memang akan ada penurunan volume ekspor,” tambahnya.
Baca Juga
Tungkot menilai, dengan menurunnya ekspor sawit, hal ini turut mengurangi penerimaan pemerintah dari ekspor, dan mampu mengurangi pembiayaan insentif biodiesel.
Selama ini, sebagian besar insentif untuk program biodiesel bersumber dari pungutan tersebut. Jika ekspor menurun, penerimaan akan berkurang, sehingga dapat memengaruhi kemampuan pembiayaan insentif biodiesel.
“Kalau ini harus dilakukan, pembiayaan insentif biodiesel harus diubah, jangan hanya menjadi beban industri sawit,” tegas dia.
Sebelumnya, pemerintah tengah dihadapkan pada dilema memprioritaskan ekspor sawit guna menutupi kebutuhan impor dari Amerika Serikat (AS) atau tetap menjaga pasokan domestik minyak sawit yang dibutuhkan dalam jumlah besar untuk mendukung B50.
Laporan Bloomberg Intelligence pada 28 Juli 2025, menyoroti bahwa Indonesia kemungkinan besar harus meningkatkan ekspor minyak sawit ke AS guna membiayai pembelian produk energi dan pertanian senilai US$19,5 miliar. Kendati ini berarti menjadi peluang ekspor bagi produsen sawit, kebutuhan untuk memproduksi biodiesel bakal kekurangan.
Pada 2024, ekspor sawit ke AS tercatat sebesar 1,54 juta ton senilai US$1,59 miliar. Di sisi lain, implementasi B50 diperkirakan membutuhkan tambahan pasokan hingga 3,5 juta ton minyak sawit.
Kondisi ini menempatkan pemerintah dalam posisi strategis yang genting. Jika tidak segera ada kejelasan strategi antara peningkatan ekspor dan ketahanan energi domestik, Indonesia berisiko kehilangan peluang pasar ekspor sekaligus gagal mencapai target energi bersih dalam negeri.