Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Terapresiasi, Kurs Jisdor Menguat ke Rp14.084

Kurs Jisdor naik 71 poin atau 0,50 persen dari posisi Kamis (14/10/2021) Rp14.155 per dolar AS.
Karyawan menghitung mata uang rupiah di salah satu cabang MNC Bank, Jakarta. Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan menghitung mata uang rupiah di salah satu cabang MNC Bank, Jakarta. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Kurs rupiah terpantau menguat berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) pada hari ini, Jumat (15/10/2021). 

Data yang diterbitkan Bank Indonesia hari ini menempatkan kurs referensi Jisdor di level Rp14.084 per dolar AS, naik 71 poin atau 0,50 persen dari posisi Kamis (14/10/2021) Rp14.155 per dolar AS.

Selain itu, berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup menguat 0,30 persen atau 43 poin ke posisi Rp14.074,5 per dolar AS. Sementara indeks dolar AS terpantau melemah 0,07 persen ke level 93,89 pada pukul 15.35 WIB.

Sebelumnya, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebutkan dolar AS sempat jatuh dari level tertinggi satu tahun pada Rabu (13/10/2021) karena imbal hasil treasury 10 tahun turun setelah data inflasi AS menunjukkan kelanjutan kenaikan harga. 

Sementara itu, risalah dari pertemuan Federal Reserve pada September juga mengkonfirmasi tapering akan dimulai segera. 

Indeks harga konsumen AS naik 0,4 persen bulan lalu versus kenaikan 0,3 persen yang diantisipasi oleh para ekonom. Tahun ke tahun, CPI meningkat 5,4 persen atau naik dari 5,3 persen pada Agustus. 

Selanjutnya, imbal hasil pada treasury jangka pendek, yang biasanya bergerak seiring dengan ekspektasi suku bunga, meningkat setelah laporan tersebut, sementara imbal hasil yang lebih lama untuk jangka 10 tahun turun. 

“Ini menunjukkan pasar masih belum menetapkan harga dalam periode inflasi yang berkelanjutan. Kesenjangan antara catatan treasury dua tahun dan 10 tahun ditutup ke level tersempit dalam dua pekan setelah melebar ke level tertinggi dalam tiga bulan,” tulis Ibrahim dalam riset harian. 

Selain itu, lonjakan harga energi telah menambah kekhawatiran inflasi dan memicu taruhan bahwa Fed mungkin perlu bertindak lebih cepat untuk menormalkan kebijakan daripada yang diproyeksikan sebelumnya. 

Risalah dari pertemuan kebijakan The Fed pada September juga mengisyaratkan bahwa para gubernur bank sentral dapat mulai mengurangi stimulus pada pertengahan November, meskipun masih ada ancaman dari inflasi tinggi. 

Dari sisi internal, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2021 yang sebentar lagi akan dirilis diperkirakan akan tumbuh sekitar 3,5 sampai 4,5 persen year on year (yoy), 

“Walaupun turun dari kuartal kedua 2021 sebesar 7,07 persen, pemerintah masih optimistis bahwa perekonomian akan kembali bangkit,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper