Bisnis.com, JAKARTA - Grup Lippo sejak 2015 sudah mulai menjadi investor bisnis rintisan atau startup melalui anak usahanya Venturra Capital. Portofolio bisnis rintisannya pun meliputi unicorn hingga berbagai startup lainnya.
Investasi pada perusahaan digital ataupun perusahaan rintisan merupakan hal lumrah seiring tren teknologi yang berlangsung saat ini. Namun untuk membidik perusahaan teknologi digital bukanlah perkara mudah, karena mayoritas membidik kemungkinan keuntungan di masa depan.
Direktur Eksekutif John Riady telah merintis jalan investasi digital sejak lama ketika pada 2015, John mendirikan Venturra Capital yang merupakan bagian dari PT Multipolar Tbk., sebagai kepanjangan tangan Lippo dengan modal awal senilai US$150 juta.
Melalui kendaraan Venturra Capital, Lippo melakukan investasi mulai dari seed funding, hingga masuk dalam permodalan perusahaan rintisan teknologi yang telah mapan dan sebelum penawaran saham perdana (pra IPO). Kini, portofolionya sudah melingkupi 40 perusahaan rintisan.
Sejak berdiri enam tahun lalu, investasi Venturra Capital telah melahirkan perusahaan teknologi yang sukses seperti Ruang Guru, Ovo, Sociola, Zilingo, ruangguru.com, Luno, Shopback, Kaodim, Sociolla, Bride Story, Fabelio hingga TADA, bahkan unicorn Grab.
Menurut John, prinsip dasar melakukan investasi kepada perusahaan rintisan teknologi menitik beratkan kepada kualitas para pendirinya.
Baca Juga
“Mereka yang sukses kerap kali tidak memikirkan untung dan uang lebih dahulu, namun gigih untuk merancang solusi teknologi untuk berbagai permasalahan di tengah masyarakat,” ungkapnya dalam keterbukaan, Rabu (6/10/2021).
Para pendiri perusahaan rintisan itu, kata John, tidak datang dengan model bisnis sekali jadi. Melainkan selalu berupaya menyajikan model bisnis yang fleksibel agar dapat memberikan layanan tepat guna.
“Jadi mereka itu punya mimpi mengubah hidup lebih baik, bahkan mungkin mengubah dunia, urusan untung dan uang justru belakangan,” katanya.
Oleh karena itu, Venturra Capital selalu berupaya terlibat lebih dalam untuk membantu dan mendampingi perusahaan rintisan teknologi.
“Dan itupun berbuah dengan perkembangan terkini berbagai perusahaan rintisan yang menjadi portofolio, mereka memegang peranan penting di tengah pandemi saat ini,” tuturnya.
Empat Strategi Utama
John mengungkapkan sejauh ini Venturra Capital yang jadi kendaraan investasi mengandalkan empat strategi utama. Pertama, diistilahkan sebagai early stage, yakni menjadi investor sekaligus pendamping perusahaan rintisan teknologi sejak dini, seperti yang dilakukan terhadap Grab.
Artinya, kata John, Venturra Capital ikut merancang strategi pengembangan perusahaan rintisan tersebut. “Dulu kami masuk memberikan US$50.000, sekarang valuasinya berlipat-lipat,” kata John.
Strategi kedua yaitu late stage, di mana investasi dilakukan terhadap perusahaan yang telah mapan serta pra IPO. Hal ini pula yang dilakukan Lippo dengan menyuntikan dana ke Noice, sebuah platform audio digital yang memiliki konten podcast hingga radio.
“Dengan mencapai fase ini, bermakna bahwa perusahaan rintisan teknologi ini telah mampu bersaing dan bertahan dari habitatnya yang mungkin terdapat ratusan perusahaan sejenis,” ungkapnya.
Sedangkan strategi ketiga menitikberatkan pada kerja sama atau kemitraan strategis dengan investor luar.
“Hal inilah yang kami kembangkan dengan keberadaan Ovo, yang pada awalnya memang kami bangun untuk pembayaran digital, saat itu Grab mau ikut bekerja sama,” urainya.
Strategi terakhir yang senantiasa dilakukan Lippo yakni mengawinkan kepentingan portofolio digital ataupun kemitraan digital dengan lini bisnis konvensional yang telah dimiliki.
“Strategi ini memperkuat ekosistem digital, biar bagaimanapun tetap butuh jaringan bisnis secara fisik,” kata John.
Saat ini Lippo cukup banyak berinvestasi di perusahaan digital, yang masih hangat adalah Gojek dan Tokopedia (GoTo).
Investasi yang dilakukan Venturra Capital tidak saja terhadap perusahaan di dalam negeri, kiprah investasi digital Lippo juga merambah ke mancanegara. Salah satu perusahaan rintisan teknologi yang ikut disokong Lippo adalah Prenetics yang berbasis di Hong Kong.
Perusahaan yang berdiri sejak 2007 tersebut bergerak di bidang laboratorium kesehatan dan beroperasi di 10 negara itu kini memiliki nilai perusahaan sebesar US$1,25 miliar, dan tengah bersiap menjadi perusahaan publik.
Prenetics kini bersiap melakukan merger dengan Artisan Acquisition Corp yang terdaftar di AS dan melanjutkan langkah IPO. Perusahaan gabungan dengan nilai valuasi mencapai US$1,7 miliar itu diharapkan berdagang di Nasdaq di bawah simbol PRE.
Di sisi lain, aksi korporasi itu pun mengungkapkan cara pandang investasi digital ala Lippo yang dikelola John Riady.