Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia menyampaikan peluncuran regulasi terkait dengan market maker akan digeser ke semester kedua tahun depan. Hal itu seiring dengan penyesuaian prioritas di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan self-regulatory organization (SRO) tahun ini.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan regulasi market maker masih dalam tahap pembahasan.
“Rencana [rampung] semester II tahun depan. Harapannya menambah likuid pasar dan mempermudah produk-produk baru yang akan dikembangkan oleh regulator dan SRO,” kata Laksono, Senin (27/9/2021).
Laksono mengatakan peluncuran regulasi yang digeser ke tahun depan disebabkan oleh skala prioritas di OJK dan SRO. Sebelumnya, peraturan tersebut akan diluncurkan awal semester II/2020 menyusul diskusi yang dimulai bursa dengan OJK pada akhir 2019.
Regulasi market maker menjadi salah satu poin yang diatur dalam revisi Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas. Laksono menjelaskan dengan adanya regulasi market maker, BEI dapat mempublikasikan saham-saham kelas menengah dengan fundamental yang bagus, tetapi kurang likuid dipasar.
Nantinya, Anggota Bursa (AB) atau broker dapat menjadi market maker yang membuat saham-saham bagus tersebut lebih likuid.
Baca Juga
“Jadi tidak semua saham. Kami yang menentukan kriterianya. Jumlahnya ada 20—40 saham yang dianggap kurang likuid. Saham-saham itu kita tawarkan ke broker, untuk menjadi market maker,” paparnya.
Market maker adalah pihak yang ditunjuk oleh Bursa untuk selalu menyediakan kuotasi bid and offer dalam jumlah yang memadai. Dalam pelaksanaan dan pengembangannya, Bursa akan terus mengkaji aturan mengenai market maker.
Praktik market maker yang sesuai ketentuan sebetulnya sudah dilakukan di banyak negara, sehingga tidak sulit mencari referensinya.
Prinsipnya sama seperti waran terstruktur yang memiliki liquidity provider. Adapun, produk waran terstruktur akan dirilis dalam 1—2 bulan ke depan. Nantinya produk itu memiliki payung hukum berupa peraturan OJK.