Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih terus menggodok kebijakan mengenai market maker atau penyedia likuiditas.
Direktur Perdagangan dan Penilaian Anggota Bursa BEI Laksono W. Widodo mengatakan bahwa saat ini pihak Bursa masih dalam proses diskusi bersama OJK mengenai regulasi tersebut dan enggan menyebutkan kapan target implementasinya.
“Masih dalam diskusi dengan OJK. Nanti akan dikabarin kalau sudah ada perkembangan baru,” ujarnya Bisnis menanyakan perkembangan aturan tersebut, Rabu (19/5/2021)
Rencana mengenai peraturan anyar ini sebenarnya telah mencuat sejak tahun lalu. Kala itu BEI menyatakan pembahasan soal market maker telah berlangsung sejak akhir 2019 dan regulasinya ditargetkan akan meluncur pada semester II/2020.
Market maker atau penyedia likuiditas sendiri adalah pihak yang ditunjuk Bursa untuk selalu menyediakan kuotasi bid and offer dalam jumlah memadai untuk mendorong likuiditas di bursa.
Adapun regulasi market maker atau penyedia likuiditas tersebut akan menjadi salah satu poin yang diatur dalam revisi Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas.
Baca Juga
Kehadiran market maker bertujuan meningkatkan likuiditas dan kualitas perdagangan yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan jumlah investor di pasar modal.
Sebagai gambaran, dengan adanya regulasi market maker, BEI dapat mempublikasikan saham-saham kelas menengah dengan fundamental yang bagus tetapi kurang likuid di pasar.
Jumlah saham yang dapat dipublikasikan terbatas hanya sekitar 20—40 saham dan kriterianya akan ditentukan oleh BEI. Nantinya, para anggota bursa (AB) atau broker dapat menjadi market maker yang membuat saham-saham bagus tersebut lebih likuid.
Praktik market maker sebenarnya telah dilakukan di banyak negara sehingga cukup banyak referensi yang tersedia. Prinsipnya sama seperti waran terstruktur yang memiliki liquidity provider.