Bisnis.com, JAKARTA - Emiten teknologi PT Envy Technologies Indonesia Tbk. (ENVY) belum merealisasikan hasil dana penawaran umum sebesar Rp17,36 miliar sejak Juni 2020.
Manajemen ENVY mengatakan perseroan belum dapat menyampaikan sisa dana hasil penawaran umum yang belum direalisasikan. Pasalnya, manajemen sedang melakukan pengumpulan fakta terkait dengan seluruh hasil dana penawaran umum.
Perseroan menyatakan telah meminta bantuan auditor independen. Emiten teknologi itu berencana akan menyampaikan laporan bisa seluruh data terkonfirmasi.
Sebagai informasi, emiten yang mencatatkan diri pada 8 Juli 2019 itu berhasil mengumpulkan dana IPO hingga Rp222 miliar. Setelah dikurangi biaya penawaran umum Rp11,88 miliar hasil bersih yang diterima perseroan adalah Rp210,11 miliar.
Berdasarkan prospektus ENVY, perseroan berencana menggunakan hasil dana penawaran umum untuk lima hal. Pos sistim integrasi informatika mendapatkan alokasi terbesar yaitu Rp65,97 miliar, sistem integrase telekomunikasi Rp51,60 miliar, riset dan pengembangan Rp4,43 miliar, pembayaran utang Rp48 miliar, dan modal kerja seperti gaji dan sewa kantor Rp40 miliar.
Akan tetapi sampai dengan semester I/2020, realisasi penggunaan dana hanya mencapai Rp192,75 miliar. Pos pembayaran hutang, riset dan pengembangan serta modal kerja telah dipenuhi seluruhnya. Sementara pos bisnis utama yaitu sistim integrasi informatika baru terealisasi Rp57,95 miliar dan sistem integrase telekomunikasi Rp42,25 miliar.
Baca Juga
Di sisi lain, Sekretaris Perusahaan Envy Technologies Indonesia Jovana S. Deil mengakui saat ini perseroan tidak memiliki pengendali. Menurutnya kepemilikan saham terbesar perseroan saat ini hanya 6 persen.
Mengacu pada POJK No. 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, jumlah itu tidak bisa dikategorikan sebagai pengendali. “Maka dapat dikatakan saat ini perseroan tidak memiliki pengendali,” tegasnya dikutip Selasa (28/9/2021).
Sebelumnya, Ketua Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISSI) Sanusi mengungkapkan setelah berjalan cukup lama, pasar modal Indonesia masih menghadapi tantangan dari sisi perlindungan terhadap investor terutama investor ritel. Padahal, sejak 2020, pertumbuhan investor ritel sangat signifikan.
"Tantangan kembali pada perlindungan investor oleh regulator. Peluang ada dengan tumbuhnya jumlah investor, bagi investor yang mau bekerja keras, belajar dan disiplin makin terbuka kemungkinan untuk berhasil di pasar modal," jelasnya kepada Bisnis, Senin (9/8/2021).
Dia menyebutkan harapan investor yang utama adalah perlindungan terhadap investor ditingkatkan. Contohnya, saham yang baru menawarkan sahamnya ke publik (IPO) semua pemegang saham pengendali menjual semua kepemilikan ke pasar kepada investor ritel.
"ENVY kepemilikan publik 93 persen lebih, saat ini minoritas yang mengendalikan perusahaan tersebut. Begitu juga JSKY, DUCK dan lainnya, minoritas yang mengendalikan perusahaan," paparnya.
Menurutnya, harus dicarikan aturan yang dapat melindungi investor publik dalam kasus seperti ini. Dalam banyak kasus, saham yang delisting mereka tidak melaporkan laporan keuangan lagi ke OJK dan akhirnya di delisting seperti TMPI yang kepemilikan publiknya lebih dari 90 persen.
"Investor berharap dilindungi dari rekayasa keuangan yang dilakukan emiten. Tingkatkan perlindungan investor publik," pungkasnya.