Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah ditutup menguat pada perdagangan Selasa (13/7/2021) seiring dengan pelemahan imbal hasil US Treasury.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Garuda ditutup naik 29 poin atau 0,2 persen menjadi Rp14.463,5 per dolar AS. Indeks dolar AS naik 0,04 persen ke level 92,294.
Sementara itu, data yang diterbitkan Bank Indonesia hari ini menempatkan kurs referensi Jisdor di level Rp14.486 per dolar AS, atau tidak berubah dari posisi Senin (12/7/2021) kemarin.
Penguatan juga dialami mayoritas mata uang Asia lainnya terhadap dolar AS. Semisal, won Korea Selatan turut menguat 0,16 persen, peso Filipina naik 0,23 persen, bath Thailand menguat 0,18 persen, dolar Singapura menguat tipis 0,01 persen, dan yuan China naik 0,13 persen. Hanya ringgit Malaysia yang tertekan 0,01 persen.
Founder Traderindo.com Wahyu Laksono mengatakan, penguatan rupiah pada hari ini masih ditopang oleh tren pelemahan dolar AS yang terjadi sejak pekan lalu. Hal ini menimbulkan efek positif bagi mata uang negara berkembang seperti Indonesia.
Penguatan rupiah turut didukung oleh turunnya imbal hasil (yield) obligasi AS atau US Treasury. Ia mengatakan, saat ini imbal hasil US Treasury terpantau anjlok di dekat level 1,3 persen.
Baca Juga
“Untuk saat ini secara domestik belum banyak isu penggerak, sehingga rupiah masih terjebak di level Rp14.400,” katanya saat dihubungi pada Selasa (13/7/2021).
Adapun, Wahyu memprediksi nilai tukar rupiah masih akan bergerak pada kisaran Rp14.400 – Rp14.500 hingga akhir pekan ini. Salah satu sentimen yang akan mempengaruhi pergerakan rupiah besok adalah rilis data consumer price index AS. Data tersebut akan mempengaruhi pergerakan dolar AS terlebih dahulu.
Sementara itu, dari dalam negeri, pasar masih menanti kabar kepastian terkait perpanjangan PPKM Darurat selama 6 pekan ke depan. Sentimen tersebut akan mempersulit rupiah untuk menembus kisaran Rp14.200.