Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Tukar Rupiah Dibuka Loyo, Mata Uang Asia Bervariasi

Berdasarkan data Bloomberg di pasar spot per pukul 9.20 WIB, nilai tukar rupiah kembali melemah 0,28 persen atau 37,5 poin ke level Rp14.482,5 per dolar AS.
Karyawati salah satu bank memperlihatkan uang rupiah dan dolar di Jakarta, Kamis (29/4/2021). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati salah satu bank memperlihatkan uang rupiah dan dolar di Jakarta, Kamis (29/4/2021). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini, Selasa (29/6/2021) dibuka melemah, sementara mata uang regional Asia lain terpantau bervariasi.

Berdasarkan data Bloomberg, pada 09.00 WIB, rupiah dibuka terkoreksi 0,07 persen atau 10 poin ke level Rp14.455 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS menguat 0,04 persen ke posisi 91,92.

Hanya berselang 15 menit kemudian, rupiah makin loyo dengan koreksi 0,26 persen ke posisi Rp14.482 per dolar AS. Sementara mata uang Asia lainnya terpantau bervariatif, dengan dolar Singapura yang melemah 0,07 persen, peso Filipina menguat 0,17 persen, dolar Taiwan menguat 0,19 persen, dan Malaysia ringgit melemah 0,17 persen, serta won Korea Selatan melemah tipis 0,02 persen. 

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, mata uang Garuda pada hari ini akan bergerak dalam kisaran Rp14.435-Rp14.470 per dolar AS. Dari luar negeri, investor sedang mencerna data inflasi AS yang diperkirakan melambat menjelang akhir tahun.

“Tanda-tanda pasar tenaga kerja AS yang ketat membuat banyak investor resah atas tekanan harga yang didorong oleh upah,” tulis dia dalam risetnya, dikutip Selasa (29/6/2021).

Sementara itu, menurut Ibrahim suasana umum di sekitar pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung tetap solid, karena negosiator Senat Republik AS pada kesepakatan infrastruktur optimistis tentang RUU bipartisan senilai US$1,2 triliun.

Kemarin (28/6/2021), nilai tukar rupiah ditutup tercatat melemah 0,14 persen atau 20 poin menjadi Rp14.445 per dolar AS. Pelemahan rupiah masih dipicu oleh lonjakan kasus virus corona di Indonesia yang mencetak rekornya pekan lalu.

Tidak sekedar mencetak rekor, lonjakan tajam bahkan terjadi, rekor sebelumnya berada di kisaran 15.000 kemudian langsung pecah lagi di atas 20.000 kasus per hari.

“Pasar terus mencermati beberapa sentimen negatif dari perkembangan pandemi Covid-19 dan informasi audit terbaru dari Badan Pemeriksa Keuangan RI,” tulis Ibrahim.

Secara bersamaan, dalam audit terbaru Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI khawatir pemerintah Indonesia tidak bisa membayar utang. Di mana rasio utang Indonesia terhadap penerimaan sudah menembus 369 persen.

Persentase tersebut, ungkap Ibrahim jauh di atas rekomendasi International Debt Relief (IDR) sebesar 92-176 persen dan rekomendasi Dana Moneter Internasional IMF sebesar 90-150 persen.

Sebagai catatan, per April 2021, Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah mencapai Rp6.527,29 triliun atau 41,18 persen terhadap PDB. Kemudian Ibrahim meneruskan BPK juga memberikan catatan terhadap indikator kesinambungan fiskal 2020 sebesar 4,27 persen yang telah melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5441- debt indicator yakni di bawah 0 persen.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper