Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terungkap! SoftBank & Alibaba Pemegang Saham Terbesar di GoTo  

Perusahaan global SoftBank Group dan Alibaba Group Holding ternyata menjadi pemegang saham terbesar di GoTo. Simak detailnya!
Logo GoTo, perusahan hasil merger Gojek dan Tokopedia / Twitter
Logo GoTo, perusahan hasil merger Gojek dan Tokopedia / Twitter

Bisnis.com, JAKARTA - SoftBank Group dan Alibaba Group telah menguasai kepemilikan saham di GoTo, perusahaan baru hasil merger Gojek dan Tokopedia

Dikutip dari Nikkei Asia pada Senin (24/05/2021), dari sebuah dokumen pengajuan GoTo, saat ini Gojek memiliki sekitar 58 persen saham dari GoTo, sementara Tokopedia memiliki 42 persen saham.

Raksasa telekomunikasi dan investasi SoftBank Group telah mencatatkan diri atas kepemilikan saham tunggal terbesar di GoTo Group sebesar 15,3 persen, diikuti oleh konglomerat e-commerce Alibaba Group Holding sebesar 12,6 persen. Kedua perusahaan tersebut merupakan investor Tokopedia. 

Berdasarkan dokumen tersebut, SoftBank dan Alibaba menjadi investor mencatatkan kepemilikan saham dua digit. Angka tersebut melebihi kepemilikan saham lainnya seperti Google dan dana investasi pemerintah Singapura Temasek, dimana keduanya adalah pemegang saham Gojek dan Tokopedia. 

GoTo sendiri berharap untuk melakukan Initial Public Offering (IPO) di bursa Amerika Serikat dan Indonesia. Melansir dari Nikkei Asia, GoTo akan terlebih dahulu mendaftarkan diri di Bursa Efek Indonesia (BEI). 

GoTo juga mengincar valuasi mendekati US$40 miliar, dimana nilai tersebut merupakan nilai yang telah dicapai oleh pesaingnya, Grab. 

“Perusahaan akan bekerja sangat keras pada integrasi pasca-merger, dan kemudian mempersiapkan dua listing ini (di AS dan Indonesia). Mereka memiliki tahun yang sibuk ke depan. Saya sangat berharap ini adalah agenda 2021, tetapi mereka punya banyak pekerjaan,” jelas seorang narasumber yang dikutip dari Nikkei Asia, Senin (24/05/2021). 

Sementara itu, Gojek menyebutkan aksi merger mereka dengan Tokopedia akan memiliki valuasi bisnis secara historis sekitar US$18 miliar atau setara dengan Rp257,31 triliun.

“Saya percaya bahwa merger mungkin datang terlambat, karena ini bisa lebih merupakan kasus melindungi wilayah dalam negeri [Indonesia] dari saingan yang jauh lebih besar [Sea dan Grab], yang dapat menghambat upaya untuk tumbuh di [Asia Tenggara],”  jelas Analis The Economist Intelligence Swarup Gupta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper